Di antara amalan sunah Rasulullah saw., adalah itikaf di masjid. Lebih disunahkan
lagi di 10 hari terakhir bulan Ramadan. Karena ittiba’ (ikut) Rasulullah saw..
Sebagaimana perkataaan Sayidah Aisyah:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم
يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله
“Rasulullah beritikaf di 10 hari terakhir
bulan Ramadan hingga Allah mewafatkannya.” (HR. Muttafaq Alaih)
Dan agar mendapatkan lailatul qadar. Malam lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan selain lailatul qadar. Tentu beribadah di dalamnya lebih banyak juga pahalanya.
Arti I’tikaf menurut syara’ adalah diam di masjid dengan niat
tertentu dan dilakukan oleh orang tertentu. Di antara hikmah I’tikaf adalah bisa
menjauhkan diri dari hal yang tidak diridai Allah serta lebih mudah untuk melakukan
ibadah-ibadah.
Niat I’tikaf Sunah: Saya niat I’tikaf sunah karena Allah Ta’ala. Jika
kita niat I’tikaf seperti ini, maka kita mendapatkan pahala sunah.
Namun demikian, para ulama fikih memberi tips agar pahala I’tikaf
menjadi lebih besar dan lebih banyak. Yaitu dengan cara nadzar. Sebagaimana penjelasan
Sayid Ahmad Syathiri dalam Syarah al-Yaqut al-Nafis.
Contoh niat I’tikaf nadzar: Saya niat nadzar I’tikaf di masjid ini
selama aku duduk di masjid ini karena Allah.
Jika kita niat I’tikaf nadzar, maka pahalanya lebih besar dari pada niat
I’tikaf sunah. Sebab, dengan I’tikaf nadzar kita mendapatkan pahala fardu.
Lalu kenapa dalam ibadah sunah lain para ulama tidak menganjurkan untuk nadzar?
Kok hanya dalam masalah I’tikaf saja?
Menurut Sayid Ahmad Syathiri, kemungkinannya karena nadzar I’tikaf bisa
terpenuhi hanya dengan diam sebentar di masjid. Jadi, melakukan nadzar I’tikaf
itu sangat mudah.
Beda dengan ibadah sunah lain, misalnya salat sunah tahyat masjid. Ketika
kita bernadzar untuk salat tahyat masjid, maka kita harus melakukan salat dua
rakaat.
Wallahu A’lam..
Posting Komentar