Benarkah berbuka puasa dengan yang manis adalah ajaran Rasulullah SAW?
Sering kita dengar bahwa berbuka puasa dengan yang
manis-manis adalah kesunahan. Dalam artian, orang yang berbuka puasa dengan
yang manis-manis akan mendapatkan pahala. Benarkah demikian?
Sayangnya, belum ditemukan hadis yang menjelaskan
bahwa Rasulullah saw. berbuka puasa dengan yang manis-manis selain kurma. Juga
belum ditemukan hadis yang menganjurkan berbuka puasa dengan yang manis-manis
selain kurma.
Jika demikian, berarti berbuka puasa dengan yang manis-manis
selain kurma bukan ajaran Rasulullah saw.? Eits, jangan gegabah dulu. Yuk kita
kaji lebih dalam lagi.
Berbuka puasa dengan yang manis / wongcoco.com
Hadis Tentang
Anjuran Berbuka Puasa dengan Kurma dan Air
Dalam hadis yang sahih, kita dianjurkan berbuka puasa
dengan kurma. Jika tidak ada kurma, maka sunah berbuka puasa dengan air.
Rasulullah saw bersabda,
اذَا كَانَ أَحَدُكُمْ
صَائِمًا فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ التَّمْرَ فَعَلَى
الْمَاءِ فَإِنَّهُ طَهُورٌ
“Jika kalian berpuasa, maka berbukalah dengan
kurma kering. Jika tidak ada, maka dengan air. Karena air itu menyucikan.”
(HR. Imam Turmudzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Selain itu, juga ada hadis,
عن أنس بن مالك : قال كان النبي صلى الله عليه و سلم
يفطر قبل أن يصلي على رطبات فإن لم تكن رطبات فتميرات فإن لم تكن تميرات حسا حسوات
من ماء
“Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah berbuka
puasa sebelum salat (maghrib) dengan ruthob (kurma basah). Jika tidak ada, maka
dengan kurma kering. Jika tidak ada, maka Rasulullah saw meminum beberapa
minuma air.” (HR. Turmudzi)
Kedua hadis ini mengajarkan bahwa berbuka puasa itu
dianjurkan dengan kurma. Kalau tidak ada, maka dengan air. Tidak ada penjelasan
berbuka puasa dengan yang manis, misalnya kulak, es buah, sirup, dan
lain sebagainya.
Perdebatan Ulama
Fikih tentang Berbuka Puasa dengan yang Manis
Dengan berdasarkan pada hadis di atas, Imam Nawawi dalam al-Majmu’ menegaskan bahwa yang sunah dalam berbuka puasa adalah dengan kurma. Jika tidak ada, maka dengan air.
Menurut Imam Nawawi, pendapat ini adalah
pendapat mayoritas ulama dan merupakan pendapat utama dalam madzhab Syafi’i.
Sebenarnya, ada ulama syafiiyah yang lebih senior, yaitu Imam ar-Ruyani yang berpendapat, jika tidak ada kurma, maka berbuka puasa dengan sesuatu yang manis alami.
Menurutnya, alasan disyariatkan berbuka puasa dengan kurma adalah karena kurma itu manis. Setiap sesuatu yang manis dapat menguatkan pandangan yang melemah disebabkan puasa.
Maka, setiap sesuatu yang
manis juga sunah dijadikan menu buka puasa. Jika tidak
ada sesuatu yang manis, baru berbuka puasa dengan air.
Dalam masalah ini, sebagaimana dikutip oleh Syaikh
Taqiyuddin dalam Kifayah al-Akhyar, Imam ar-Ruyani memakai pendekatan
qiyas. Yakni, menyamakan hukum sesuatu yang manis dengan hukum kurma.
Persamaannya, sama-sama dapat menguatkan pandangan yang melemah akibat
berpuasa.
Selain Imam ar-Ruyani, Imam Qadi Husain juga berpendapat
berbeda dengan Imam Nawawi. Menurutnya, di zaman beliau hidup, yang lebih utama
dalam berbuka puasa adalah menggunakan air yang diambil dari sungai menggunakan
telapak tangan. Sebab, air di sungai
lebih jelas kehalalannya dan lebih jauh dari syubhat.
Namun demikian, menurut Imam Nawawi, kedua pendapat ini
adalah Syadz (menyalahi maryoritas) dan menyalahi
hadis Rasulullah SAW.. Dengan demikian, yang sunah dan berpahala adalah berbuka
puasa menggunakan kurma lalu air.
Sepertinya, Syaikh Abu Bakar Syatha dalam I’anah
al-Thalibin mencoba menggabungkan dua pendapat ini. Syaikh Syatha
menjelaskan urutan kesunahan menu buka puasa sebagaimana berikut:
( والحاصل ) أن
الأفضل أن يفطر بالرطب ثم التمر وفي معناه
العجوة ثم البسر ثم الماء وكونه من ماء زمزم أولى ثم الحلو وهو ما لم تمسه
النار كالزبيب واللبن والعسل واللبن أفضل من العسل واللحم أفضل منهما ثم
الحلواء
“Kesimpulannya, bahwa yang lebih utama adalah berbuka
puasa dengan kurma basah, lalu kurma kering. Sama dengan kurma kering adalah
kurma ‘ajwah. Lalu busr (kurma yang berubah warna kulitnya tapi belum matang
sepenuhnya). Kemudian berbuka puasa dengan air. Jika ada air zamzam, maka lebih
utama dari pada air biasa. Kemudian sesuatu yang manis alami, yakni sesuatu
yang tidak dipanaskan menggunakan api, seperti anggur, susu, dan madu.
Kemudian, sesuatu yang manis yang
sudah diolah menggunakan api.”
Kembali ke pertanyaan awal, apakah berbuka puasa dengan
sesuatu yang manis adalah ajaran Rasulullah saw.?
Jawabannya, iya menurut Imam ar-Ruyani. Tapi, tidak menurut Imam Nawawi.
Baca juga:
Sedangkan
menurut Syaikh Syatha harus mengikuti urutan. Jika ada kurma
basah, kita berbuka puasa dengan kurma basah. Jika tidak ada, dengan kurma
kering. Jika tidak ada, kurma yang hampir matang. Jika tidak ada, maka dengan
air. Jika tidak ada, maka sesuatu yang manis alami. Jika tidak ada, maka
sesuautu yang manis yang sudah diolah.
Jika mengikuti pendapat Imam ar-Ruyani , maka kita mendapatkan kesunahan ketika berbuka puasa dengan sesuautu yang manis.
Apa lagi ada kutipan dari Syaikh
al-Bujarami dalam Syarah al-Bujairami ala al-Manhaj, bahwa ada sebagian
ulama tabi’in yang senang berbuka puasa menggunakan sesuatu yang manis alami,
seperti madu. Karena menurutnya, sesuatu yang manis memiliki hukum yang sama
dengan kurma.
Wallahu A’lam.
Posting Komentar