Seperti santri pada umumnya, ketika ingin boyong, saya sowon ke para masyaikh. Ingin pamit, sekaligus minta doa berkah dan nasihat-nasihat.
Saya juga sowan kepada guru kami, KH. Abdullah Syaukat. Saya bersama teman-teman yang juga ingin boyong dari pondok pesantren Sidogiri.
Alhamdulillah, KH Abdullah Syaukat sedang ada di ndalem. Dengan wajah tenang dan bersahaja, beliau menemui kami di ruang tamu.
Bahagia sekali rasanya. Bisa bertemu dan berjumpa dengan beliau.
KH Abdullah Syaukat Sidogiri / FB. Mas Dwysa |
Kami ditanya banyak hal. Kami menyampaikan kepada beliau bahwa kami santri yang ingin boyong. Beliau pun memberi kami beberapa nasehat.
Di antara nasehat beliau:
AMALKAN KITAB SULLAM AT-TAUFIQ
Diantara nasehat beliau kepada kami adalah agar kami ketika boyong (berhenti mondok) dari pondok pesantren mengamalkan isi kitab Sullam at-Taufiq.
Kitab Sullam at-Taufiq adalah salah satu kitab pelajaran saya waktu sekolah Ibtidaiyah. Sekarang kitab ini menjadi mata pelajaran fikih kelas 6 MMU Sidogiri atau ranting.
Isi kitab ini seputar fikih, tapi ada nuansa-nuansa tasawuf. Dalam kitab ini dijelaskan macam-macam maksiat anggota badan, mulai dari maksiat mata, telinga, mulut, dan seterusnya.
Jujur, ketika KH. Abdullah Syaukat memberi nasehat kepada kami untuk mengamalkan kitab tersebut, saya bergumam dalam hati, "Akankah saya mampu mengamalkan kitab yang luar biasa ini?"
Utamakan Allah, Kesampingkan Uang
Berikutnya, KH Abdullah Syaukat memberi pesan, agar hanya bersandar kepada Allah SWT. Jangan kepada uang atau apapun selain Allah.
Uang tidak memiliki kekuatan apa-apa, Allah yang Maha Segalanya.
Beliau memberi analog. Jika kita bepergian, tapi dalam hati masih mengandalkan uang untuk sampai ke tujuan, berarti masih bersandar kepada uang. Padahal, yang menyampaikan ke tempat tujuan itu Allah. Bukan uang.
Andai kita memiliki banyak uang, tapi tidak dikehendaki Allah untuk sampai ke tujuan, kita tidak akan sampai. Sebaliknya, kita tidak punya uang, tapi Allah menghendaki kita sampai ke tujuan, kita akan sampai.
Menurut KH Abdullah Syaukat, di antara ciri-ciri kita tidak bergantung kepada uang adalah tidak menghitung-hitung uang di saku.
Tentunya, pesan ini sudah beliau lakukan. Menurut penuturan beliau, saat berangkat ke Makkah (entah tahun berapa, kami sowan pada tahun 2015-an), beliau tidak pernah menghitung uang.
Beliau bersandar saja ke Allah. Kalau butuh sesuatu, beliau beli. Kalau ada orang yang minta, beliau beri. Tanpa menghitung uang yang ada di saku.
Beberapa tahun kemudian, saya menyadari satu hal, bersandar dan hanya berharap kepada Allah adalah kebutuhan dalam hidup. Karena bersandar kepada selain Allah, kita akan mudah roboh.
Betapa sering, saya berharap untuk mendapatkan sesuatu dari seseorang. Tetapi, sering berakhir kecewa. Ada yang tanpa sengaja tidak peduli, ada yang ingin untung sendiri, dan lain sebagainya.
Ajarkan Ilmu Kalian
KH Abdullah Syaukat berpesan agar Santri Sidogiri meluangkan waktu untuk mengajar. Apa yang didapatkan di Sidogiri, diajarkan lagi di rumah.
"Aku senang kalau punya santri ketika boyong, dia ngajar," dawuh KH. Abdullah Syaukat kurang lebih.
Teruntuk Syaikhuna KH Abdullah Syaukat, Al-fatihah...
Posting Komentar