Keutamaan Lailatul Qadar begitu agung. al-Quran mengatakan Lailatul Qadar lebih mulia dari 1000 bulan.
Menurut sebagian ulama,
maksud kalimat ini adalah bahwa beribadah di malam Lailatul Qadar lebih mulia
dari pada beribadah selama 1000 bulan di lain Lailatul Qadar.
Imam Ibnu Bathal
menegaskan dalam Syarh Ibn Bathal, setiap aktivitas yang membuat kita
bisa meraih rida Allah, seperti salat, doa, dan sesamanya, lebih baik dari
aktivitas selama 1000 bulan yang bukan Lailatul Qadar.
Namun demikian, Allah
tidak menjelaskan dengan detail kapan Lailatul Qadar akan terjadi. Karena
itulah, para ulama berbeda pendapat mengenai wakut Lailatul Qadar ini.
Ada yang mengatakan, Lailatul
Qadar bisa terjadi kapan saja. Di bulan Ramadan atau bukan Ramadan. Mayoritas
ulama berpendapat, Lailatul Qadar akan terjadi di bulan Ramadan. Terlebih di 10
akhir bulan Ramadan.
Hakikat
Meraih Lailatul Qadar
Lalu seperti apakah Lailatul
Qadar itu? Apakah berbentuk seperti orang, berbentuk cahaya, atau apa?
Jika mengacu pada
al-Quran surat al-Qadr, saat tejadi Lailatul Qadar, para malaikat dan Jibril
turun membawa kebaikan-kebaikan dan berkah (menurut sebagian pendapat).
Kebaikan-kebaikan itu akan diberikan pada hamba-hamba yang mengingat-Nya.
Pada malam itu juga,
setan tidak bisa mengganggu umat manusia. Tidak ada penyakit yang menimpa. Pada
malam itu kondisi alam penuh dengan keselamatan.
Menurut pendapat lain, di
malam itu para mailakat memberi salam kepada segenap umat Islam yang mereka
temui.
Al-Habib Alwi al-Haddad
menjelaskan dalam kitab Nasa’ih ad-Diniyah, hakikat meraih Lailatul
Qadar bukan dengan menyaksikan malaikat-malaikat itu. Hakikat meraih Lailatul
Qadar adalah ketika Lailatul Qadar terjadi, kita sedang beribadah, sedang ingat
Allah, dan tidak sedang melalaikan-Nya.
Hal ini senada dengan apa
yang dilakukan Rasulullah saw.. Yakni, Rasulullah saw. suka beri’tikaf di malam
10 terakhir. Beliau juga bersabda,
تحروا
ليلة القدر في العشر الأواخر من رمضان
“Carilah
Lailatul Qadar pada 10 terakhir bulan Ramadan.” (HR.
Muttafaq Alaih)
Meraih
Lailatul Qadar Meski Tidur, Bisakah?
Setiap orang memiliki
aktivitas dan kesibukan sendiri. Ada yang bekerja dari pagi baru pulang sore
hari, menjelang maghrib. Ada yang pulang larut malam. Bahkan ada yang bekerja
di malam hari.
Tentu, kesempatan untuk
beri’tikaf atau berada di atas sajadah tidak sama dengan orang yang tidak
memiliki kesibukan. Namun, hal itu bukan halangan untuk meraih Lailatul Qadar.
Karena semua aktivitas kita (asal bukan perkara haram atau makruh) bisa
bernilai pahala.
Misalnya, ketika kita
bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, menyekolahkan anak, dan
membahagiakan orang tua, maka aktivitas bekerja kita bernilai pahala.
Rasulullah bersabda
sebagaimaan dikutip Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin,
لا
تقولوا هذا فإنه إن كان يسعى على نفسه ليكفها عن المسئلة ويغنيها عن الناس فهو في سبيل
الله وإن كان يسعى على أبوين ضعيفين أو ذرية ضعاف ليغنيهم ويكفيهم فهو في سبيل الله
وإن كان يسعى تفاخرا وتكاثرا فهو في سبيل الشيطان
“Jangan
berkata begitu. Karena sesungguhnya, jika dia bekerja untuk dirinya agar tidak
minta-minta dan tidak butuh pada orang lain, maka dia berada di jalan Allah.
Jika dia bekerja untuk kedua orang tuanya atau keturunannya yang lemah untuk
mencukupi mereka, maka dia berada di jalan Allah. Tapi, jika dia bekerja untuk
menyombongkan diri dan menumpuk harta, maka dia berada di jalan setan.”
Begitu juga ketika tidur,
bisa dibuat ladang pahala. Ketika kita bekerja seharian, lalu kita tidur untuk
istirahat dengan tujuan agar tetap sehat, agar semangat bangun sahur, agar
semangat tahajjuud, maka tidur kita bernilai pahala. Apa lagi jika disempurnakan
dengan adab-adab tidur ala Islam.
Baca juga:
Maka, jika berpedoman
pada pendapat al-Habib Alwi al-Haddad di atas, orang yang tidur masih bisa
meraih Lailatul Qadar. Orang yang sedang bekerja masih bisa meraih Lailatul
Qadar.
Pahala tidurnya atau
pahala bekerjanya lebih banyak dari pahala tidur atau bekerja 1000 bulan di
lain Lailatul Qadar.
Maka, ketika jasad tak
bisa beri’tikaf, masih ada lisan atau hati yang bisa menyebut-Nya dalam senyap.
Bismillah!
1 komentar