Belakangan ini, pembahasan tentang Habib ramai dibicarakan. Terutama setelah Habib Rizieq pulang ke tanah air dan seorang –yang katanya- ustadz menghina Habib Lutfi bin Yahya. Secara umum perbincangan itu mengerucut pada kalimat “Mencintai Habib” dan “Mengikuti Habib”.
Habib Lutfi bin Yahya dan Habib Rizieq Syihab /mukelujauh.blogspot |
Dalam perbincangan itu
banyak kita temukan, ada yang suka Habib A, tapi tidak suka Habib B. Ada yang
membela Habib A saat dicela, tapi tidak membela Habib B ketika dicerca. Bahkan
ada yang membela Habib A, di waktu yang sama mencaci maki Habib B. Kecintaan
dan pembelaan bukan berlandasan pada ilmu agama, tapi pada ‘ada di barisan
mana’.
Oleh karenanya, penulis
ingin mengupas kedudukan Habib, dasar cinta pada Habib, dan sebatas mana kita
harus mengikuti pemikiran dan fatwa Habib. Tentu, dengan berdasarkan
tulisan-tulisan ulama salaf yang dikaji di pesantren.
Landasan
Cinta pada Habib
Dasar cinta umat Islam
pada anak-cucu Rasulullah (di Indonesia dipanggil Habib), tertuang dalam hadis
berikut:
أَحِبُّوا
اللهَ لما يَغْذُوكُم مِن نعمه وَأحِبُّونِيْ بِحُبّ الله وأحبوا أهل بيتي لحبي
“Cintailah Allah karena
Dia memberikan nikmat-nikmat pada kalian, cintailah aku dengan dasar cinta
Allah (karena Allah mencintaiku), dan cintailah keluargaku karena cintaku.” (HR.
Imam Turmudzi)
Ada tiga objek yang harus
kita cintai dalam hadis di atas. Pertama, mencintai Allah. Karena Allah telah
memberikan nikmat-nikmat yang tak terhitung kepada kita. Tentu, cinta dengan
alasan ‘nikmat’ ini cinta yang tidak sempurna. Sebab, cinta sejati itu tidak
pernah berharap apa-apa dari sang kekasih.
Seperti kata Rabiah
Adawiyah sebagaimana dikutip oleh Abu Bakar al-Kalabadzi dalam kitab Bahr
al-Fawaid, “Demi Allah, andaikan engkau potong tubuhku menjadi kecil-kecil
dan disebar ke berbagai negara, cintaku kepada-Mu akan bertambah membara”.
Kedua, mecintai
Rasulullah dengan dasar cinta kepada Allah. Menurut Imam al-Munawi dalam at-Taisir
Syarh Jami as-Shaghir, maksudnya adalah kita mencintai Rasulullah karena
Allah mencintainya.
Meski demikian, kalau
dipikir, kita mencintai Rasulullah karena beliau telah berkorban untuk kita.
Kita bisa merasakan nikmat iman berkat perjuangan Rasulullah.
Ketiga, mencintai ahlul
bait (keluarga) Rasulullah atas dasar cinta kepada Rasulullah. Yakni, kita
mencintai ahlul bait Rasulullah karena beliau mencintai mereka.
Rasulullah mencintai mereka, karena Allah mencintai mereka.
Dengan demikian, kita
mencintai ahlul bait Rasulullah karena kita mencintai Rasulullah. Kita
tidak membenci ahlul bait Rasulullah karena takut dibenci oleh
Rasulullah. Sebagaimana dalam sebuah hadis,
فَاطِمَةُ
بَضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي
“Fatimah adalah bagian dariku. Barang siapa
yang membuatnya marah, maka dia telah membuatku marah.”
(HR. Imam Muslim)
Berpegang
Teguhlah pada Habib
Tidak hanya mencintai,
umat Islam juga diperintah mengikuti para habib. Baik dalam fatwa atau
pemahaman keagamaan. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam penggalan hadis
berikut,
وَأَنَا
تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى
وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ». فَحَثَّ عَلَى
كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ « وَأَهْلُ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ
اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى
أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى
….“Aku meninggalkan dua golongan pada
kalian. Pertama kitab Allah (al-Quran). Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya.
Maka ambillah kitab Allah dan berpegang teguhlah kepadanya.” Rasulullah
memotivasi untuk (berpegang teguh) pada kitab Allah dan mencintainya. Kemudian
Rasulullah bersabda, “ (Kedua) dan keluargaku. Aku ingatkan kalian terkait keluargaku,
Aku ingatkan kalian terkait keluargaku, Aku ingatkan kalian terkait keluargaku….”
(HR. Imam Muslim)
Dalam hadis ini,
Rasulullah memerintah umat Islam agar berpegang teguh pada al-Quran dan ahlul
bait beliau.
Lalu siapa ahlul bait
dalam hadis di atas? Menurut al-Mubarakfuri dalam Tufah al-Ahwadzi, ahlul
bait adalah mencakup keturunan dan
istri-istri Rasulullah. Dengan demikian, habib yang ada di Indonesia termasuk ahlul
bait Rasulullah.
Selanjutnya, kenapa kita
diperintah berpegang teguh pada keluarga (ahlul bait) Rasulullah? Karena
keluarga Rasulullah memiliki banyak pengetahuan tentang perilaku Rasulullah.
Oleh karenanya, Imam
al-Munawi menjelaskan dalam Fayd al-Qadir, tidak semua keluarga
Rasulullah bisa kita jadikan teladan. Tidak semua Habib bisa kita ikuti. Sebab
tidak semua Habib tahu tentang perilaku Rasulullah.
Habib yang harus kita
jadikan pegangan adalah mereka yang memiliki ilmu serta mengamalkan ilmunya.
Adapun Habib yang tidak demikian, maka tidak bisa kita jadikan teladan. Sebab,
Habib hanya manusia biasa. Mereka bisa salah dan lupa.
Namun demikian, Imam
al-Mulla Ali al-Qari memiliki pandangan berbeda. Menurut beliau dalam Mirqat
al-Mafatih, hadis di atas mutlak tanpa ada batasan apapun.
Hal itu menunjukkan siapapun
yang benar-benar keturunan Rasulullah, maka petunjuk dan tindak tanduknya pasti
selaras dengan ajaran agama (syariat). Dengan artian, semua Habib bisa
dijadikan teladan.
Alakullihal, mecnitai
Habib itu wajib. Cinta kita pada mereka karena kita mencintai Rasulullah, kakek
mereka. Namun, tidak semua Habib bisa kita jadikan patokan beragama. Sebab tidak
semua Habib tahu ilmu agama atau mengamalkan ilmu agama.
Posting Komentar