Apa salahnya orang tua memakaikan jilbab pada putri kecilnya?
Jilbab kembali ramai
diperbincangkan. Hal ini bermula dari sebuah video pendek yang diunggah oleh
@dw_indonesia. Isinya ‘mengomentari’ atau mengeritik orang tua yang memakaikan
jilbab pada putrinya sejak kecil.
Aishwa Nahla dan adiknya /Aishwa Nahla Official |
Ada dua poin yang menurut saya ada kerancauan dalam ungkapan narasumber dalam video tersebut.
Pertama, anak di masa pertumbuhan
dibiarkan untuk menjadi siapa pun atau apapun. Tidak perlu diberi identitas,
semisal hijab.
Sebenarnya, kalau kita jujur,
pemberian identias pada anak tidak hanya melalui jilbab. Banyak pakaian yang
melekatkan identitas tertentu pada anak. Contoh, memakaikan kebaya, pakaian
adat, baju bola, dan lain sebagainya. Bahkan, membiarkan anak tidak berjilbab juga
melekatkan identias pada diri anak.
Lantas, kenapa hanya jilbab
yang dikritik? Kenapa hanya orang tua yang memakaikan jilbab pada putrinya yang
‘disalahkan’? Entahlah!
Lagi pula, membiarkan
anak menjadi apa pun atau siapa pun itu tidak masuk akal. Sebab, setiap manusia
yang masih waras pasti ingin anaknya menjadi baik. Orang tua berharap, anaknya
menjadi anak yang bisa dibanggakan. Ia bisa berbakti kepada bangsa, orang tua,
dan agama.
Dari harapan-harapan
itulah kemudian muncul pendidikan. Seorang anak diberi pendidikan agar menjadi
baik bukan menjadi siapa pun. Jika kita biarkan anak menjadi ‘siapa pun’, jangan
salahkan mereka jika suatu hari jadi LGBT, perampok, copet, dan koruptor.
Seorang anak seperti
kertas kosong. Apa yang tertulis di dalamnya sesuai dengan coretan-coretan
orang tua dan dunia sekitarnya. Oleh karenanya, orang tua perlu mengajari,
mendidik, dan membibimbing. Bukankah seorang anak masih belum bisa memilah dan
memilih mana yang baik?
Membiarkan anak begitu
saja sama saja dengan membiarkan anak berjalan sendirian di tengah jalan raya. Tidak
peduli apakah anak akan selamat, diserempet motor, ditabarak mobil, atau
disenggol kereta api. Bahkan ketika anak hampir terjatuh ke jurang pun
dibiarkan, asal anak menjadi “apapun”.
Apa orang tua seperti ini
bisa dianggap orang tua?
Memakaikan jilbab pada
putri yang masih kecil adalah ikhtiyar orang tua membimbing anaknya. Sedari kecil
sudah dipakaikan jilbab dengan harapan ketika besar istikamah berjilbab.
Lalu, bagaimana jika anak
itu buka jilbab ketika besar? Terserah anak itulah. Yang terpenting orang tua
sudah mendidik dan mengajarinya ajaran agama. Orang tua sudah menggugurkan
kewajibannya. Masalah anak ikut atau tidak ketika dewasa, itu di luar kuasa
orang tua.
Kedua, anak dipakaikan
jilbab sejak kecil bisa membentuk pola pikir ekskelusif. Karena sejak kecil
dibentuk untuk berbeda dari orang lain.
Saya kira sangat aneh
pemikiran seperti ini keluar dari orang yang menjunjung tinggi kebebasan dan perbedaan.
Sebab, pemikiran seperti ini malah terkesan semua orang harus sama. Tidak boleh
berbeda. Jika berbeda, bisa membentuk pola pikir tertutup.
Tidak heran sih. Memang sering,
orang yang menganggap agama adalah hal yang sangat private, di waktu
yang sama ‘ngomelin’ agama orang. Orang yang menjunjung tinggi kebebasan
berekspresi, di saat yang sama mecela cadar atau jilbab.
Kontradiktif!
Seharusnya, jika
konsisten pada pendirian dan perjuangan, biarkanlah umat berbeda. Yang memakai
jilbab, silahkan. Yang enggan, silahkan. Beres! Jangan sampai menuntut
kebebasan untuk tidak berjilbab, tapi tidak bebas untuk berjilbab. Ini namanya,
Jilbabphobia dan Islamphobia.
Kata narasum, memakai
jilbab sejak kecil membuat seorang anak berbeda. Betul, jika anaknya tinggal di
lingkungan yang tidak memakai jilbab. Bagaimana jika lingkungannya memang
memakai jilbab semua? Berarti video @dw_indonesia ini tidak relevan di bumi
Indonesia yang beragam. Video ini tidak ramah lingkungan. Hehehe… Apa sih
bahasanya.
Karena jujur, di desa
saya, anak-anak kecil sudah dipakaikan jilbab. Jika ada anak yang tidak
berjilbab, dialah yang berbeda. Nantinya dia yang akan menjadi ekseklusif. Jika
memakai logika @dw_indonesia.
Pertanyaan berikutnya, apa
benar jika ada anak yang dipakaikan jilbab sejak kecil bisa menjadi ekseklusif.
Butuh bukti ilmiah untuk menjawab “iya”. Malah menurut saya, membiarkan anak
kecil memakai idetitas berbeda bisa membuat mereka faham arti perbedaan.
Terlebih jika disertai dengan edukasi tentang toleransi dan kebersamaan.
Bukankah kita punya slogan, “Bhineka Tunggal Ika”.
Oea, ada sisipan tulisan
di uploadan video @dw_indonesia itu. Tulisannya begini, “Apakah
anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia
kenakan?”
Baca juga:
Ada yang menjawab, tapi
saya lupa nama akunnya. Kurang lebih begini jawabannya, “Memakaikan anak celana
dalam, baju ketat, dan lain-lain, apakah anak-anak memiliki pilihan atas apa
yang ingin mereka kenakan?”
Semoga bermenfaat. Tulisan
ini hanya dalam rangka diskusi. Kata nabi, orang yang diskusi tidak akan
merugi. Wallahu A’lam
Posting Komentar