Seperti biasa, suami itu pulang di sore hari. Hanya saja, sesampainya di depan rumah, ada sesuatu yang tidak biasa. Dia mendapati pintu gerbangnya terbuka, padahal hari-hari sebelumnya, pintu gerbang itu selalu tertutup rapat.
Di depan gerbang itu, dia
melihat ketiga anaknya bermain lumpur. Mereka masih memakai baju tidur. Baju
itu tidak diganti dari tadi malam. Terbesit dalam hatinya, apa yang terjadi?
Dia memasuki halaman
rumah. Di sana kotak-kotak makan tergeletak di mana-mana. Kertas-kertas
bungkusan juga berserakan tak karuan.
Seorang istri mengerjakan pekerjaan rumah/fr.freefik.com |
Suami itu pun langsung
masuk ke dalam rumah. Di sana dia mendapati pemandangan yang lebih mengejutkan
sekaligus membuatnya hawatir. Dia mendapati lampu rumah pecah dan suara TV
begitu kerasnya.
Dia terus mengamati sudut
demi sudut rumahnya. Isinya benar-benar berantakan. Dia melihat mainan si dedek
terlempar ke mana-mana dan baju-baju berceceran di sudut-sudut rumah.
Lalu dia melihat ke dapur.
Sisa-sisa sarapan pagi masih ada di atas meja makan; bertumpuk-tumpuk. Bak cuci
piring juga penuh dengan perabot-perabot dapur, belum ada yang dicuci. Di sudut
dapur, ada kulkas yang juga berantakan. Pintunya terbuka.
Dia mulai hawatir,
jangan-jangan terjadi sesuautu pada istrinya. Dia pun mencari istrinya. Dia langkahi
tumpukan baju dan mainan yang berserakan itu. Dia naik tangga menuju lantai
dua.
Tiba-tiba dia kaget. Dia
melihat banyak percikan air di depan kamar mandinya. Lalu dia masuk ke kamar
mandi untuk mengambil alat pel. Dia malah tambah terkejut. Dia mendapati isi
kamar mandi acak-acakan.
Lalu suami itu bersegera
ke kamar tidur, mencari istrinya. Ternyata, istrinya sedang santai-santai saja.
Istrinya sedang tidur-tiduran sambil membaca sebuah buku cerita.
Istri melihat suaminya
dengan senyum begitu manisnya. Istri menyapanya dengan selembut-lembutnya. “Bagaimana
kabarmu hari ini suamiku?” sapanya.
Sedangkan suami
melihatnya dengan penuh tanya. Ada amarah yang tampak dalam raut wajahnya. “Ada
apa ini?” kata suami dengan nada tinggi.
Istri malah tersenyum lagi
dengan begitu ramahnya. Tidak ada tanda-tanda ngambek, jengkel, apa lagi marah.
Wajah istri itu benar-benar teduh dan sumringah. Seperti tidak ada apa-apa.
Lalu, istri itu berkata
kepada suami tercintanya,“Suamiku, setiap kamu pulang kerja di sore hari, kamu
selalu saja bilang kalau aku santai di rumah, aku tidak ngapa-ngapain, aku tidak
bekerja, dan seterusnya. Bukankah begitu suamiku?”
“Iya,” jawab suaminya
lirih.
Lalu istri itu berkata
lagi, “Syukurlah! Kamu masih ingat. Nah, hari ini aku benar-benar tidak
ngapai-ngapain. Aku santai-santai. Aku tidak membereskan rumah, halaman, dan
membiarkan anak-anak begitu saja.”
***
Apa hikmah dari cerita di
atas? Jangan anggap mudah pekerjaan rumah. Jangan anggap kecil urusan rumah. Karena
sehari saja istri tidak membereskannya, rumah sudah seperti neraka.
Suami jangan sok capek
karena bekerja di luar, lalu menganggap istri enak di rumah. Sebab, bisa jadi
pekerjaan istri yang di rumah lebih melelahkan dari pekerjaan suami di luar
rumah.
Mungkin perlu bagi para
suami untuk merenungin ucapan Sayidina ‘Ali. Sayidina ‘Ali adalah sahabat
Rasulullah yang sederhana. Beliau tidak memiliki banyak harta dan tidak punya
pembantu.
Maka istri beliau,
Sayidah Fatimah mengerjakan sendiri pekerjaan rumah. Mulai menggiling gandum,
memasak, dan membersihkan rumah.
Tetapi, Sayidina ‘Ali
tidak menganggap mudah pekerjaan itu. Sayidina Ali tidak menganggap putri
Rasulullah itu santai-santai di rumah. Bahkan, Sayidina Ali menganggap Sayidah
Fatimah adalah perempuan hebat. Istrinya mampu dan rela mengerjakannya sendiri.
Kata beliau,
“Sesungguhnya dia
(Sayidah Fatimah) menggiling sendiri sehingga tangannya kasar. Dia mengambil
air dengan Qirbah sehingga lehernya membekas. Dia membersihkan rumah sehingga pakaiannya
berdebu. Dia juga menyalakan api di bawah kendi (memasak) sehingga bajunya
kotor.”
Baca juga:
Ya, Sayidina Ali dan
Sayidah Fatimah membagi tugas. Sayidina Ali yang mencari rezeki, Sayidah
Fatimah yang mengatur rumah. Lalu, mereka saling memahami dan saling
menghormati.
*Disarikan dari kitab “Hamsah
Fî Udzuni Zaujain” karya Dr. Hassan Syamsi Basya.
Posting Komentar