Surat At-Takatsur
menjelaskan betapa tercelanya mengumpulkan dunia yang membuat lupa pada akhirat.
Surat At-Takatsur ini termasuk surat pendek. Ayatnya berjumlah delapan.
Surat yang turun di
Makkah ini memiliki munasabah (hubungan) dengan surat sebelumnya: Al-Qari’ah.
Yaitu, Surat Al-Qariah menjelaskan tentang hari kiamat, Surat At-Takatsur
mencela orang yang lupa pada hari kiamat.
Nah, penulis akan menjelaskan mengenai Surat At-Takatsur ini. Mulai keutamaan membaca Surat At-Takatsur, sebab turunnya Surat At-Takatsur, dan Tafsir Surat At-Takatsur.
Keutamaan
Membaca Surat At-Takatusr
Seperti surat-surat
Al-Quran yang lain, Surat At-Takatsur juga memiliki keutamaan. Keutamaan
membaca surat At-Takatusr ini luar biasa sekali. Yaitu, setiap kita membaca
Surat At-Takatsur, maka kita seperti membaca 1000 ayat Al-Quran.
Rasulullah bersabda,
ألا يستطيع أحدكم أن يقرأ ألف آية في كل يوم ؟
» قالوا : ومن يستطيع ذلك ؟ قال : « أما يستطيع أحدكم أن يقرأ ألهاكم التكاثر » .
« رواة هذا الحديث كلهم ثقات وعقبة هذا غير مشهور
““Apakah kalian tidak
bisa membaca 1000 ayat setiap hari?” Para sahabat bertanya, “Siapa yang mampu
melakukan hal itu?” Rasulullah berkata lagi, “Tidakkah kalian mampu membaca Alhakum
at-Takatsur (Surat At-Takatsur)”” (HR. Imam al-Hakim)
Sebab
Turunnya Surat At-Takatsur
Mengenai sebab turunnya
Surat At-Takatsur ini, ada beberapa riwayat. Setidaknya ada tiga riwayat yang
akan penulis jelaskan di sini.
1.
Sahabat
Rasulullah meragukan siksa kubur
Riwayat pertama
dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Sayidina ‘Ali. Kata Sayidina Ali, “Dulu
kami ragu tentang siksa kubur sehingga turun ayat Al-Hakum at-Takatsur
sampai ayat Tsumma Kalla Saufa Ta’lamun.”
Itulah riwayat pertama
mengenai sebab turunnya Surat At-Takatsur. Keterangan ini terdapat di catatan
kaki kitab Hasyiah Shawi.
2.
Turun
pada orang yang membanggakan keluarganya
Riwayat berikutnya
tentang sebab turunnya Surat At-Takatsur bahwa surat ini turun untuk dua kabilah
Anshar. Yaitu, Bani Harits dan Bani Haritsah. Kedua kabilah itu saling
membanggakan keluarganya.
Mereka menyebutkan bahwa
di kelompok mereka ada ini, ada itu. Mereka hitung semua pendekar dan orang-orang
mereka yang hebat.
Setelah mereka menghitung
yang hidup, mereka menghitung yang mati. Mereka mendatangi kuburan, lalu
menunjuk kuburan famili mereka yang hebat-hebat.
Lalu, Allah menurukan Alhakum
at-Takatsur sampai ayat Hatta Zurtum al-Maqabir.
Penjelasan di atas
terdapat dalam kitab Hasyiyah As-Shawi. Sedangkan dalam kitab al-Khazin, orang yang
saling membanggakan kabilahnya sendiri adalah orang-orang Quraisy. Yakni Bani
Abdi Manaf dan Bani Sham bin Amer.
Begitulah sebab turunnya
Surat At-Takatusr menurut riwayat yang kedua.
3.
Surat
At-Takatsur turun kepada orang Yahudi
Ada juga yang berpendapat
mengenai sebab turunnya Surat At-Takatsur ini. Menurut pendapat yang ketiga
ini, Surat At-Takatsur turun untuk orang-orang Yahudi.
Orang-orang Yahudi saling
membanggakan golongannya sendiri. Mereka mengatakan, kelompok kami lebih banyak
dari Bani Fulan, dan seterusnya. Mereka sibuk dengan kebanggan itu sampai
mereka mati.
Begitulah penejelasannya
sebagaimana dalam Tafsir al-Khazin.
Memang, sebelum Islam
datang, masyarakat sangat bangga jika punya harta banyak. Mereka juga bangga
jika punya anak dan kerabat yang banyak. Terlebih jika mereka hebat.
Tak ayal jika mereka
senang menumpuk dan membanggakan harta, anak, dan kelompok sendiri.
Penjelasan
dan Tafsir Surat At-Takatsur
Tafsir
Surat At-Takatsur Ayat 1
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ (1
(1)Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu.
Ayat ini menjelaskan
bahwa umat manusia telah dibuat lalai oleh at-Takatsur. Yaitu, saling
menumpuk harta, bangga pada anak dan keluarga.
Dalam Tafsir Jalalain
disebutkan, arti at-Takatsur adalah saling membanggakan harta, anak, dan
orang-orang hebat (dari golongannya).
Maksudnya, sebagaimana
yang ditulis oleh Syaikh Shawi, umat manusia sibuk karena berlomba-lomba
menumpuk harta sehingga lupa pada Tuhannya.
Imam Ibnu Katsir juga menulis
ketika menjelaskan ayat di atas bahwa kalian disibukkan oleh cinta dunia,
nikmat dunia, dan kebahagiaannya. Kesibukan itu sampai membuat lupa pada
akhirat.
Hal demikian berlanjut
sampai kalian mati. Lalu mendatangi (berziarah) ke kuburan-kuburan dan menjadi
ahli kubur.
Padahal, bangga karena
memiliki harta, anak, dan teman yang banyak itu tidak ada apa-apanya. Mereka
berada dalam urutan paling rendah. Hal itu juga membuat kita terhalang dari
kebahagiaan sejati, kebahagiaan akhirat.
Rasulullah menjelaskan,
harta itu tidak abadi. Harta itu tidak bisa dibawa mati. Jika kita ingin harta
menjadi berarti dan abadi, maka gunakan untuk ketaatan pada Ilahi. Kata Rasulullah,
يقول ابن آدم
مالي مالي وهل لك من مالك إلا ما تصدقت فأمضيت أو أكلت فأفنيت أو لبست فأبليت
“Anak Adam berkata, “Hartaku,
hartaku”. Kamu tidak memiliki (kuasa) terhadap hartamu kecuali ;Apa yang kamu
sedekahkan, maka kamu abadikan; Apa yang kamu makan, engkau habiskan; Apa yang
kamu pakai, engkau lusuhkan.” (HR. Imam Turmduzi)
Imam Muslim juga
meriwayatkan yang dikutip Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Rasulullah
bersabda,
يقول العبد: مالي
مالي؟ وإنما له من ماله ثلاث: ما أكل فأفنى، أو لبس فأبلى، أو تصدق فاقتنى (3) وما
سوى ذلك فذاهب وتاركه للناس". تفرد به مسلم
“Seorang hamba berkata, “Hartaku,
hartaku!” Sesungguhnya seorang hamba itu memiliki hartanya dalam tiga hal: apa
yang dia makan, maka sirna; Apa yang dia pakai, maka hilang; Apa yang dia
sedekahkan, maka abadi. Adapun selain tiga itu, hartanya akan pergi dan
ditinggalkan untuk orang lain.”
Senada dengan dua hadis
di atas, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Rasulullah bersabda,
"يتبع الميت ثلاثة، فيرجع اثنان ويبقى معه واحد: يتبعه أهله وماله
وعمله، فيرجع أهله وماله، ويبقى عمله".
“Ada tiga hal yang akan
mengikuti mayit (ke kuburan). Yang dua akan kembali pulang, yang satu akan
selalu menemani mayit. Tiga hal tersebut adalah keluarga, harta, dan amalnya. Keluarga
dan amalnya akan kembali pulang, sedangkan amalnya akan selalu bersamanya.”
Tiga hadis di atas
mengajarkan, dunia dan keluarga bukan milik kita. Mereka semua akan
meninggalkan kita. Ada satu yang abadi menemani kita, yaitu amal kita.
Namun demikian, jika
harta disedekahkan, maka harta itu akan kita bawa ke akhirat. Jika keluarga
atau anak yang kita tinggalkan adalah anak saleh, mereka bisa mendoakan kita
dan mengirimi pahala untuk kita.
Maka, tidak perlu sibuk
dengan menumpuk harta dan anak sebanyak-banyaknya. Tetapi, harus sibuk
bagaimana caranya agar harta dan anak bisa bermenfaat untuk akhirat kita. Agar
cinta kita tidak salah!
Begitulah penjelasan dan
tafsir Surat At-Takatsur ayat 1 (satu).
Tafsir
Surat At-Takatsur Ayat 2
حَتَّى
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2)
(2)
sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Ayat kedua Surat
At-Takatsur ini menjelaskan, bahwa umat
manusia sibuk sampai mati. Artinya, mereka sibuk menumpuk harta dan
membanggakan hal-hal yang berbau dunia sampai ajal menjemput dan belum
bertaubat.
Lalu, kenapa Allah
menuturkan kematian dengan kata “ziarah kubur”? Padahal ziarah kubur itu bermakna
“cuma main-main sebentar lalu pergi”?
Menurut Syaikh Shawi,
orang mati itu memang cuma mampir di kuburan. Dia tidak selamanya di sana.
Karena kelak dia akan dibangkitkan menuju akhirat yang sesungguhnya.
Namun demikian, ada juga
ulama yang menafsiri ayat 2 ini dengan ziarah kubur biasa.
Artinya, orang-orang itu
sibuk karena saling membanggakan harta dan kerabat. Sampai-sampai mereka
mendatangi kuburan untuk menghitung kerabat-kerabat mereka yang hebat.
Jika ditafsiri demikian,
maka hal ini merupakan celaan kepada mereka. Sebab biasanya, orang yang
mendatangi kuburan itu untuk ingat mati. Sehingga hati tak begitu tertarik pada
kehidupan dunia.
Tetapi, mereka mendantangi
kuburan malah karena keduniaan. Sehingga hal itu menambah hati cinta dunia.
Begitulah tafsir Surat At-Takatsur
ayat 2 ini.
Tafsir
Surat At-Takatsur Ayat 3-7
كَلَّا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3)
“Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),”
Allah menegaskan, jangan
sampai kita berlomba-lomba menumpuk dunia sampai lupa pada akhirat. Sebab, kita
akan mengetahui konsekuensi buruknya. Baik ketika nyawa dicabut atau di dalam
kubur.
ثُمَّ
كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4)
“dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.”
Kalimat ini merupakan
pengulangan dari ayat sebelumnya. Pengulangan ini sebagai bentuk taukid
(penguatan/peneguhan).
Artinya, Allah menegaskan
kembali bahwa kita akan mengetahui akibat buruk dari at-Takatsur.
كَلَّا
لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)
“Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,”
Ayat ini menjelaskan,
andaikan kita tahu dengan yakin, kita tidak mungkin sibuk menumpuk harta dan
bangga pada anak-anak dan kerabat. Bahkan kita akan sibuk menyiapkan bekal
untuk akhirat.
لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيمَ (6)
niscaya
kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
Ayat ini menjelaskan,
kita akan benar-benar melihat neraka. Kita melihat dengan mata kita sendiri
setelah kita mati.
ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7)
dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin
Ayat ini kembali
menegaskan bahwa kita akan benar-benar melihat neraka. Pengulangan ini
merupakan taukid (penegasan).
Lalu, apa bedanya Ilmul
Yaqin dan Ainul Yaqin? Ilmul Yaqin terdapat dalam Surat
At-Takatsur ayat 5. Aiunul Yaqin terdapat dalam Surat At-Takatsur ayat
7.
Menurut Syaikh Shawi dalam
tafsirnya, arti Ainul Yaqin adalah mengetahui sesuatu tanpa melihatnya
dengan mata. Arti Ainul Yaqin adalah mengetahui sesuatu disertai melihat
dengan mata.
Ada istilah ketiga yaitu Haqqul
Yaqin. Arti Haqqul Yaqin adalah mengetahui sesuatu disertai
mengalaminya.
Begitulah tafsir Surat
At-Takatsur ayat 3-7.
Tafsir
Surat At-Takatsur Ayat 8
ثُمَّ
لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)
“Kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).”
Ayat ini menjelaskan,
kelak di hari kiamat orang-orang kafir akan ditanya mengenai nikmat-nikmat hidup.
Mereka ditanya kenapa tidak bersyukur kepada Tuhan yang memberi? Malah mereka
menyembah selain Allah.
Menurut ulama lain, ayat
ini tidak hanya berlaku kepada orang kafir. Akan tetapi, juga untuk orang yang
beriman. Orang kafir dan orang muslim akan sama-sama ditanya mengenai nikmat
yang diberikan oleh Allah.
Arti nikmat dalam ayat
ini –sebagaimana dalam tafsir Jalalain- adalah apa yang dinikmati di dunia.
Seperti sehat, waktu libur, makanan, minuman, dan lain-lain. Semua itu kelak
akan ditanya oleh Allah.
Bagi orang yang tidak
bersyukur, pertanyaan mengenai nikmat itu adalah cercaan.
Sedangkan bagi orang yang
bersyukur pertanyaan itu memuliakan. Sebab, mereka telah bersyukur dan taat
kepada Allah. Sehingga pertanyaan itu mengingatkan kembali kepada nikmat-nikmat
itu.
Mengenai cara bersyukur
atas nikmat Allah ini ada tiga. Pertama, bersyukur dengan lisan. Hal ini bisa
dengan mengucapkan Alhamdulillah. Berterimakasih kepada Allah.
Kedua, bersyukur dengan
hati. Yaitu, kita menyadari bahwa nikmat yang kita rasakan itu dari Allah.
Ketiga, menggunakan
nikmat-nikmat itu dalam hal positif atau kebaikan. Allah memberikan mata, kita
gunakan untuk melihat yang baik-baik. Allah memberikan harta, kita gunakan
untuk taat kepada-Nya.
Begitulah penjelasan Ibnu
‘Athaillah as-Sakandari dalam Syarh al-Hikamnya.
Nah, itulah penjelasan
dan tafsir Surat At-Takatsur. Surat At-Takatsur ini mencela orang-orang yang
cinta dunia, tapi lupa pada akhirat. Mencela orang yang bangga pada anak dan
kerabat, tapi lupa pada kiamat.
Baca juga:
- Bahaya Belajar Islam dengan Cara Autodidak
- Jangan Sakiti Orang Tuamu karena Kelak Anakmu Juga akan Menyakitimu
Yah, semoga saja harta,
anak, dan kerabat yang kita miliki membantu kita selamat di akhirat. Bukan
malah melupakannya.
Sekali lagi, cinta yang
membuat kita lupa pada Pencipta, itu cinta yang salah. Maka, semoga cinta kita selalu
terbangun di atas sajadah Tahjjud dan tertidur dalam naungan sujud. Amin!
Posting Komentar