Dikisahkan, terdapatlah
dua saudara di suatu rumah. Meski mereka bersaudara, tetapi perilakunya sangat
berbeda.
Satunya senang beribadah. Dia pun terkenal dengan abid, ahli ibadah. Satunya senang bermaksiat, sehingga dia disebut dengan ashi.
kekuatan niat yang baik /fr.freefik.com |
Saudara yang senang beribadah selalu tampak bermunajat pada Allah swt.. Dia salat, berdzikir, dan berdoa pada Pencipta.
Sedangkan saudara
satunya, lebih suka berada di tempat hiburan malam, mabuk-mabukan, dan kesenangan
lainnya.
Suatu ketika, Iblis
menggoda saudara yang ahli ibadah. Iblis mencoba menggoyahkan hatinya. Iblis
membisik-bisikkan sesuatu.
“Duh kasihannya! Kamu
menyia-nyiakan umurmu hanya untuk membuat dirimu letih. Cobalah
bersenang-senang mumpung masih ada kesempatan,” kata Iblis.
Saudara yang ahli ibadah
itu pun berpikir. Hatinya bergejolak. Ada perdebatan sengit dalam hatinya.
Tetapi akhirnya, dia mengikuti keinginan Iblis.
“Aku akan bergabung
dengan sudaraku. Aku bisa bersenang-senang dengan dirinya. Kemudian aku
bertaubat,” kata saudara yang ahli ibadah.
Di tempat yang lain,
saudaranya yang suka bermaksiat sadar dari mabuknya. Dia mendapati dirinya
dalam keadaan hina. Pakaiannya kotor karena ternyata dia kencing pada
pakaiannya. Dia juga tergelatak di tanah seperti orang gila.
Seketika dia ingat
saudaranya yang rajin ibadah. Dia iri kepadanya. Timbul rasa di hati kecilnya,
dia ingin seperti saudaranya yang ahli ibadah itu.
“Aku habiskan umurku
untuk bermaksiat. Saudaraku selalu bersenang-senang dalam ketaatan pada
Tuhannya,” kata saudara yang ahli maksiat itu.
Saudara yang suka
bermaksiat itu pun bertaubat. Lalu dia niat dan berencana untuk bergabung
dengan saudaranya. Dia ingin beribadah kepada Allah swt..
Saudara yang suka
bermaksiat ini beranjak. Dia ingin pergi menuju saudaranya yang sedang
beribadah. Saudara yang suka beribadah juga beranjak. Dia ingin bergabung
dengan saudaranya yang sedang bermaksiat.
Nahas, saudara yang ahli
ibadah itu jatuh dari tangga. Lalu mengenai saudaranya yang suka bermaksiat
yang berada di bawah. Mereka sama-sama sekarat. Lalu meninggal dalam sekejap.
Maka, saudaranya yang
ahli ibadah digiring dan dikelompokkan sesuai niatnya. Yakni, digolongkan orang
tidak baik. Sedangkan saudaranya yang suka bermaksiat dikelompokkan sesuai
niatnya. Yakni digolongkan orang baik.
Hikmah
dan Pelajaran
Kisah ahli ibadah dan
ahli maksiat di atas mengajarkan banyak hal kepada kita. Diantaranya:
1.
Hati-hatilah
pada niat
Niat adalah sesuatu yang
sangat penting. Sebab, niat sangat memengaruhi aktivitas kita. Aktivitas baik
bisa jadi buruk gara-gara niatnya buruk. Aktivitas bukan ibadah menjadi ibadah
gara-gara niatnya baik.
Oleh karenanya, para
ulama membahas niat ini di bab pertama. Misalnya kitab Arbain Nawawi yang
dikarang oleh Imam Nawawi. Begitu juga Imam Bukhari. Beliau membahas niat di awal
pembahasan.
Menurut Imam Al-Ghazali,
aktivitas yang bisa dipengaruhi oleh niat itu ada tiga. Yaitu, aktivitas wajib,
sunah, dan mubah (boleh). Sedangkan perkara haram dan makruh tidak bisa berubah
gara-gara niat yang baik.
Misalnya, berzina dengan
niat menyenangkan orang lain, perbuatan zinanya tidak bisa berubah menjadi
boleh. Perbuatan zinanya tetap haram meski niatnya baik.
Imam Al-Ghazali juga
mewanti-wanti, agar kita selalu menghadirkan niat baik dalam segala gerak dan
aktivitas. Agar kita mendapatkan pahala.
2.
Kita
harus selalu takut mati dalam keadaan su’ul khatimah
Kita tidak tahu seperti
apa akhir hayat kita. Bisa jadi mati dalam keadaan berbuat baik, bisa jadi mati
dalam keadaan sedang berbuat maksiat.
Oleh karenanya, kita
harus selalu takut mati dalam keadaan tidak baik. Seandainya kita sekarang
selalu taat kepada Allah, kita tidak sombong. Karena kita tidak tahu finisnya
seperti apa.
Seandainya kita sekarang suka
bermaksiat, maka akan berusaha berhenti. Karena bisa saja kita terus bermaksiat
lalu mati sebelum bertaubat.
Namun demikian, menurut
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fath al-Mubinnya, sangat jarang orang yang
hidup taat lalu mati dalam keadaan su’ul khatimah (buruk di akhir hidup).
Jarang sekali orang yang hidupnya baik lalu mati dalam keadaan tidak baik.
Baca juga:
Meski demikian, tetap
tidak boleh merasa aman dari su’ul khatimah. Sebab potensi mati dalam
keadaan su’ul khatimah itu tetap ada. Naudzubillah!
Allahumma-khtim lana bi
husnil khatimah… Semoga Allah mengakhiri hidup kita dengan husnul khatikah…Amin.
Posting Komentar