Pandemi Corona masih
kerasan di Indonesia. Belum ada tanda-tanda dia akan pergi. Masih saja ada orang
yang terpapar di setiap hari. Padahal, masyarakat sudah semakin resah. Sudah
tidak nyaman selalu di rumah.
Namun ternyata banyak
masyarakat yang curiga. Jangan-jangan wabah Corona ini bukan penyakit alami. Tapi,
penyakit yang direncanakan. Ada sekelompok orang di baliknya. Kelompok ini
memiliki tujuan tertentu.
Konspirasi Wabah Corona/fr.freefik.com |
Yah, yang dimaksud
maysarakat dalam tulisan ini adalah masyarakat desa. Karena saya sedang berada
di desa. Lari dari Corona sambil memahami lebih dalam kultur beleh
(bolo).
Orang-orang desa yang
biasa berkumpul, tentu terbiasa ngobrol. Banyak topik yang dibahas. Termasuk
Corona. Apalagi orang-orang yang biasanya merantau sudah pulkam karena usahanya
tidak jalan. Atau memang karena ingin berlebaran.
Tentu, percakapan tentang
Corona ini semakin asyik. Didiskusikan oleh orang yang berlatar belakang
berbeda. Ada penjual bakso, penjual kue, penjual pentol, dan lain sebagainya.
Banyak pokoknya.
Pembicaraan mereka tidak
memakai dalil. Juga tidak memakai teori. Mereka tidak percaya kecuali pada kiai.
Itu pun tidak semua kiai.
Nah, dalam tulisan ini
saya akan memaparkan beberapa pendapat tentang Corona. Pendapat yang mungkin
konyol, tapi tidak ada salahnya dibaca. Sebab, bisa saja ada benarnya. Lagian,
pendapat ini tidak muncul tiba-tiba. Apa lagi oleh orang desa.
Mungkin, apa yang
disampaikan oleh mereka ini disebut teori konspirasi. Menurut Wekipedia, teroi
ini adalah adalah teori-teori yang berusaha menjelaskan bahwa penyebab
tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan sering kali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh
sekelompok rahasia orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau
berpengaruh.
Wabah
Corona Itu Rancangan dari PKI
Ada sebagian ahli
berpendapat (ahli bakso, ahli pentol, atau ahli lain), Corona ini sebenarnya
setingan. Bukan alami dari Tuhan. Ada orang yang merancang. Tentu mereka
memiliki tujuan.
Mereka adalah PKI. PKI
bagi orang desa adalah orang yang benci pada Islam. Tapi jika ditanya, apa
singkatan PKI? Bisa saja orang desa itu mengernyitkan dahi. Hehehe…
Kok bisa orang desa
beranggapan Corona ini setingan PKI? Penutupan masjid dan kegiatan keagamaan.
Masjid ditutup, perkumpulan
untuk tahlil, tadarus, dan pengajian tidak diperbolehkan. Siapa kalau bukan
PKI? Pasti mereka PKI. Pemerintah sudah dirasuki PKI.
Entah PKI yang mana.
Tapi, siapa pun tidak
bisa menyalahkan pendapat para ahli itu. Terlebih kita menganut aturan
kebebasan berpendapat. Apa lagi, pendapat mereka masih masuk akal.
Kok begitu? Iya, karena penutupan
untuk mengurangi kerumunan ini nggak maksimal. Masjid ditutup, tapi hotel
tidak. Pengajian ditutup, tapi mal tidak.
Wabah
Corona Itu Mudus untuk Pencurian Organ Tubuh
Sebagian ahli lagi
berpendapat, wabah Corona ini sebagai mudus pencurian organ tubuh. Saya ingat
betul, orang yang bilang begini ini ahli bakso. Sebab dia memang penjual bakso.
Bagaimana bisa dia
berpendapat demikian?
Begini, ketika ada orang ‘dituduh’
terpapar wabah Corona, dia ditangkap lalu dikerantina. Tidak ada yang bisa
melihatnya apa lagi menjenguknya.
Jika meninggal, pasien
Corona itu akan dimasukkan ke dalam peti. Disegel dan tidak boleh dibuka. Mayat
harus dikebumikan dengan peti tersebut.
“Kenapa tidak boleh
dibuka?” kata si ahli. Dia mulai mencoba memaparkan landasan teorinya.
Karena beberapa organ
tubuh dari ‘pasien Corona’ sudah tidak ada. Matanya sudah diambil. Organ tubuh
bagian dalam juga sudah diambil. Jika peti mayat itu diperbolehkan dibuka, maka
masyarakat akan tahu. Tentu mereka akan menggeruduk rumah sakit.
Selain itu, ada juga
fakta yang memperkuat pendapatnya. Katanya, Ada seseorang sakit selama dua
tahun. Entah penyakit apa (saya lupa).
Eh, ketika di musim
Corona ini, tiba-tiba ada polisi datang. Mereka ingin membawa orang yang sakit
tadi. Katanya, dia terapapar Corona. Harus dibawa ke rumah sakit.
Keluarga tidak terima. Mereka
tidak mau membiarkan polisi membawanya. Tidak hanya keluarga, tetangga pun ikut
berkerumun. Tetangganya tetangga juga. Sampai sekampung. Jika polisi itu
memaksa, mereka bisa dihajar orang sekampung.
Begitulah pemeparan si
ahli. Tapi yang membuat saya berpkir ulang, kenapa pasien Corona dijemput
polisi? Aneh bukan? Apa mungkin yang dimaksud polisi itu tenaga medis yang
berpakaian lengkap kayak robot itu ya?
Sebenarnya, cerita
seperti ini saya juga punya. Cerita dari orang kampung ayah. Katanya, ada orang
sakit bertahun-tahun. Kalau nggak salah penyakit jantung. Dia kadang sulit
bernafas gitu.
Suatu ketika diperiksa di
rumah sakit di Bangkalan. Ternyata, penyakit Corona. Rumah sakit Bangkalan
merujukkan ke Surabaya.
Pasien itu tidak dibawa
ke Surabaya. Malah dibawa pulang. Beberapa hari berikutnya, orang yang sakit
tadi malah bisa mengarit. Hehehe… Maklum dia punya sapi.
Akhirnya, orang desa mulai
curiga, jangan-jangan Corona ini sebenarnya nggak ada. Mereka tidak tahu, tidak
semua rumah sakit memiliki alat lengkap untuk mengetahui Corona ini. Mungkin
rumah sakit di Bangkalan itu juga.
Jangan
Takut Corona, Takutlah kepada Allah
Ada yang lebih religi
dari konspirasi-konspirasi di atas. Kata ahli yang satu ini, jangan takut
Corona, takutlah kepada Allah. Anggaplah ahli yang satu ini mewakili ahli
agama. Hehe..
Bahkan ada sebagian ahli
yang menyangsikan kiai. Katanya, kiai sekarang ini sudah tidak seperti kiai
dulu. Kiai sekarang tidak tapek (dekat) ke Allah. Masak takut ke Corona.
Kalau Allah tidak mengizinkan, siapapun tidak mungkin terkena Corona.
Argument ahli ini sulit
dipatahkan. Sebenarnya bukan sulit dipatahkan sih, tapi sulit dijelaskan. Selain
sulit, juga panjang.
Baca juga:
Bagaimana tidak,
ustadz-ustadz yang ikut nimbrung itu masih harus menceritakan kisah Sayidina
Umar itu. Sayidina Umar ulamanya ulama, tapi ‘takut’ pada wabah Taun.
Pastinya penjelasan
demikian tidak simpel. Sulit diterima oleh para ahli-para ahli di bidangnya
masing-masing itu.
Mungkin jawaban pendek yang
sangat efektif begini, silahkan duduk di tengah jalan raya. Kalau Allah tidak
mentakdirkan ditabrak mobil, ya tidak akan ditabrak. Hehe..
Itu cuma secuil dari
teori-teori konspirasi ala masyarakat di pedalaman Indonesia. Entah cerita
konspirasi itu sumbernya dari mana. Tapi pasti ada sumbernya. Lalu mengalir
dari orang ke orang. Sampailah kepada saya. hehe…
Posting Komentar