Sahabat-sahabat pasti
pernah mendengar kata-kata ini. Yakni, berpemikiran terbuka. Selama ini
kesannya, orang yang berpikiran terbuka itu keren. Orang yang berpikiran tidak
terbuka itu culun, ndeso, dan apalah.
Orang yang berpikiran terbuka
itu lebih bijak. Bahkan lebih benar menghadapi segala urusan. Termasuk dalam
beragama. Katanya begitu.
Hanya saja, kadang saya
bingung pada orang yang mengaku berpikiran terbuka ini. Karena di satu sisi
mereka (mengaku) berpikiran terbuka, di sisi lain mereka nggak terbuka-buka
amat.
Entahlah, apa mungkin
karena saya tidak berpikiran terbuka ya? Hehehe…
Bebas
yang Tidak Bebas
Contohnya, ada orang yang
mengaku bahkan mengajak kita harus berpikiran bebas. Bebas berpikir. Berpikiran
apa saja boleh dan monggo.
Lalu, ada orang yang
berpikir sesuai pemikiran ulama. Dia baca kitab kuning sebanyak-banyaknya.
Lalu, dia ungkapkan isi kitab kuning itu.
Tapi anehnya, orang yang
mengajak berpkiran bebas itu malah menuduh orang yang berpikiran ulama itu ndeso,
nggak update, dan nggak modern.
Loh, gimana sih. Katanya
kita harus berpikiran bebas. Tapi, kok menyalahkan pikiran orang lain.
Seharusnya, dia menerima semua pemikiran. Termasuk pemikiran yang sesuai dengan
pemikiran ulama. Kan bebas berpikiran apa saja.
Entah lagi kalau
pemikiran bebas itu harus sama dengan pemikirannya sendiri. Jika tidak sama
dengan pemikiran dia, maka bukan pemikiran bebas.
Nah, jika demikian,
berarti sebenarnya orang yang mengaku berpikiran bebas itulah yang tidak
berpikiran bebas. Betul kan?
Contoh lagi, ada orang
yang mengaku bahkan mengajak kebebasan berekspresi. Asal ekspresi itu tidak
merugikan kebebasan orang lain (menurut sebagian versi).
Namun, ketika ada orang
berjilbab lebar, dikritik habis-habisan. Enggak sesuai tradisilah. Enggak
jamanlah. Enggak toleranlah. Bahkan ada yang nuduh Islam kaku.
Loh, katanya bebas
berekspresi? Kenapa orang yang berjilbab malah salah? Berarti nggak bebas
bereksprsi dong.
Mungkin maksud kebebasan
berekspresi itu jika pakai rok pendek, tatoan, atau apalah.
Maka tak mengherankan,
jika film kartun Nussa-Rara dianggap salah. Karena Rara selalu pakai jilbab
meski di rumah.
Seharusnya kan terserah. Bukankah
kita bebas berekspresi apa saja? Jika pakai jilbab salah, maka namanya bukan “kebebasan
berekspresi”. Tapi, orang lain harus berekspresi seperti eskpresi mereka.
Nggak mau dong!
Misalnya lagi, ada orang
yang mengajak tidak usah bermadzhab. Tidak usah ikut ulama. Kita boleh
berpendapat beda dengan ulama. Ikut ulama itu namanya kemandulan berpikir.
Ada juga yang mengatakan,
kita langsung ke Al-Quran dan Hadis. Tidak perlu ikut ulama.
Gimana kalau ada orang
yang nggak faham Al-Quran atau hadis? Ya bisa mendengarkan ceramah atau
celotehan orang tersebut. Lalu ikuti dia.
Loh, katanya nggak boleh
ikut orang. Langsung ke Al-Quran atau hadis. Giaman sih. Kalau gitu, kan sama
saja ikut dan bermandzhab.
Orang seperti itu kan
sama saja bilang begini, “Nggak usah ikut ulama. Ikuti saja saya!” Bingung bukan?
Sebenarnya masih banyak
contohnya. Tapi, pola pemikirannya sama. Kita akan dituduh tidak berpemikiran
terbuka selama kita tidak sama dengan mereka. Itu sih menurut pengamatan saya
yang mungkin belum valid.
Jadi
Liberal Versi Gus Baha
Oleh karena itu, nggak
apa-apa deh saya tidak seperti mereka. Nggak apa-apa dikatain berpikiran
tertutup hanya karena tidak sama dengan mereka.
Dalam masalah berpikir
ini, teringat ceramah Gus Baha. Kalau
tidak salah, saya mendengarnya waktu ikut ngaji di PP Syaichona Cholil
Bangkalan. Waktu itu, ada orang bertanya, apa batas pemikiran seseorang disebut
liberal?
Gus Baha tidak menjawab
pertanyaan. Gus Baha malah bertanya, apa yang dimaksud berpkiran liberal?
Jika yang dimaksud
berpkiran liberal itu bebas berpikir, maka itu tidak masalah. Itu malah bagus.
Sebab, kebebasan berpikir itu hal pertama yang diperjuangkan oleh Rasulullah di
Makkah.
Kata Gus Baha, Rasulullah
tidak meminta pada pembesar Makkah agar orang-orang diperbolehkan masuk Islam.
Tapi, Rasulullah meminta agar masyarakat diberi kebebasa untuk berpikir.
Kenapa demikian? karena
orang yang berpikir dengan benar akan cenderung pada kebenaran. Orang yang
memiliki akal sehat akan cenderung ikut pada ajaran yang hak, yakni Islam.
Tapi, jika yang dimaksud
pemikiran liberal itu pemikiran yang tidak mau diatur, itu yang bermasalah.
Allah menurukan syariat, tidak mau ikut. Itu yang salah.
Jadi, kadang orang yang
(mengaku) berpikiran terbuka itu nggak terbuka-buka amat. Jika kita dikatain
tidak berpkir terbuka hanya karena tidak sama dengan mereka, biarin saja. Setiap
orang, memiliki “keterbukaannya” sendiri.
Yang terpenting, ada
hikmah, mauidzoh, dan diskusi penuh cinta di antara kita. Karena
keimanan yang sempurna akan melahirkan cinta. Meski cara ‘mengungkapkannya’
berbeda-beda. Salam!
Posting Komentar