Profil
Singkat Talhah bin Ubaidillah
Nama lengkapnya adalah
Talhah bin Ubaidillah bin Ustman at-Taimi al-Qurasyi al-Makki al-Madani.
Memiliki alam kun’yah Abu Muhammad. Talhah adalah sahabat pemberani, murah
hati, dan dermawan.
Dia salah satu dari
sepuluh al-Mubassyaruna bil Jannah (sahabat yang dijamain masuk surga),
salah satu dari enam sahabat ashabus-Syura (sahabat yang diperintah
bermusyawarah untuk memilih khalifah setelah wafatnya Sayyidina Umar), dan
salah satu delapan as-sabiqunal-Awwalun (yang dahulu masuk Islam).
pelangiblog.com |
Rasulullah menjulukinya Talhah
al-Jud (Talha yang dermawan), Talhah al-khair (Talhah yang baik) dan Talhah
al-Fayyad (talhah yang murah hati atau dermawan).
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah termasuk sahabat yang tidak lari pada perang Uhud serta berperang
bersama Rasulullah saw.. Sahabat Talhah juga pedagang handal yang selelu
untung. Sahabat Talhah terbunuh pada perang Jamal. [1]
Itulah profil singkat
Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini.
Penyebab
Talhah bin Ubaidillah Masuk Islam
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah termasuk as-Sabiqunal-Awwalun. Dia masuk Islam berkat ajakan Sahabat Abu
Bakar RA. Kejadian itu bermula dari perkataan seorang Rahib.
Waktu itu, Sahabat Talhah
bin Ubaidillah pergi ke Pasar Basrah untuk suatu keperluan.
Sesampainya di
sana, beliau mendengar suara Rahib melengking.
“Bertanyalah kalian,
apakah di pasar ini ada orang dari Tanah Haram?”
Mendengar pertanyaan itu,
Sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menjawab. “Ya, saya.”
Seketika, pandangan
pendeta itu tertuju pada asal suara. Pendeta melihat Sahabat Talahah bin Ubaidillah
seakan menemukan barang yang hilang.
“Apakah Ahmad telah
keluar?” suara Rahib mendarat di telinga Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Tentu
Sahabat Talhah bin Ubaidillah kebingungan. Baru kali ini mendengar nama Ahmad.
“Siapa Ahmad itu?” Tanya Sahabat
Talhah bin Ubaidillah.
“Dia adalah putra
Abdullah bin Abdul Muthollib. Pada bulan ini dia akan muncul. Dia nabi
terakhir. Dan akan hijrah dari Tanah Haram menuju tempat yang terdapat pohon
kurmanya, hawanya panas serta tanahnya tidak diolah. Engkau harus segara menghampirinya
dan mengikutinya,” jelas si Rahib panjang lebar.
Perkataan Rahib itu terus
terngiang-ngiang di hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Rasa penasaran pun
menggantung-gantung di hatinya. Oleh karena itu, dia segera pulang ke Makkah.
Sesampainya di Makkah, dia bertanya ada berita apa gerangan.
“Apakah ada berita hangat di sini?” Tanyanya pada orang-orang.
“Iya, Muhammad bin
Abdullah al-Amin telah mengaku nabi. Dan Abu Quhafah (Sayyidina Abu Bakar) telah
mengikutinya.”
Mendengar jawaban itu, Sahabat
Talhah bin Ubaidillah langsung melangkahkan kakinya ke rumah Abu Bakar.
“Apakah engkau mengikuti
orang ini (Nabi Muhammad)?” Tanya Sahabat Talhah bin Ubaidillah pada Sayyidina
Abu Bakar.
“Betul. Pergilah engkau
menemui Rasulullah saw. dan ikutliah
beliau. Karena beliau menyeru pada kebenaran,” kata Sayidina Abu Bakar. Sayyidina Talhah bin
Ubaidillah pun mengiakan.
Sejurus kemudian, Sahabat
Talhah bin Ubaidillah menceritakan tentang Rahib yang ada di Basrah. Sayidina Abu
Bakar menyimaknya dengan penuh perhatian.
Setelah selesai
bercerita, Sayidina Abu Bakar dan Talhah bin Ubaidillah pergi menemui
Rasulullah saw.. Talhahpun kemudian masuk Islam. Di depan Rasulullah saw.,
Sahabat Talhah bin Ubaidillah juga menceritakan apa yang dikatan oleh Rahib
Basrah. Maka, Rasulullah pun merasa gembira.[2]
Itulah sebab masuk
Islamnya Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah”
ini.
Perjuangan
Talhah bin Ubaidillah Mempertahankan Iman
Tak lama kemudian,
keislaman Talhah dan Abu Bakar tedengar oleh Naufal bin Khuwailid bin
Al-Adawiyah, pembesar Quraisy paling keras. Maka, Naufal menangkap mereka dan
mengikatnya dalam satu tali.
Banu Taim tidak
memedulikan mereka. Padahal, Sahabat Talhah bin Ubaidillah dan Abu Bakar
termasuk kabilah (suku) at-Taimi. Oleh karena itu, Sayidina Abu Bakar dan Sahabat
Talhal bin Ubaidillah disebut al-Qorinaini (du teman).
Namun, menurut riawayat
lain, yang diikat dengan satu tali dengan Talhah bin Ubaidillah bukanlah Sayidina
Abu Bakar Abu Bakar, tapi Ustman bin Ubaidillah, saudara Talhah bin Ubaidillah.
Naufal memborgol mereka
berdua agar tidak bias salat dan meninggalkan agama Rasulullah saw.. Akan
tetapi, usahanya itu sia-sia. Sebab, mereka berdua dapat melepaskan diri lalu
salat. [3]
Penyiksaan terhadap
Sahabat Talhah tidak hanya sampai di situ. Suatu ketika, tangan Shabat Talhah bin
Ubaidillah diikat ke leher. Lalu digiring
ke bukit antara Safa dan Marwah. Orang-orang membentut di belakangnya.
Ibu Talhah bin Ubaidillah
juga tidak ketinggalan. Sang ibu marah-marah sambil mencaci Talhah bin Ubaidillah.
“Ada apa? Kenapa orang
itu dibelenggu?” Tanya salah seorang.
“Ini Talhah bin
Ubaidillah telah pindah agama,” jawab orang-orang.[4]
Itulah perjuangan Sahabat
Talhah bin Ubaidillah mempertahankan keimanan dalam tulisan “Biografi Talhah
bin Ubaidillah” ini.
Sahabat
Talhah bin Ubaidillah Menjaga Rasulullah di Perang Uhud
“Jangan tinggalkan gunung
ini menang atau kalah!”
Perintah nabi pada
pasukan pemanah yang diletakkan di gunung Uhud. Perang pun meletus. Pasukan
muslimin bertempur dengan gagah berani. Meski jumlah mereka lebih sedikit dari
pasukan masuh, tapi mereka bisa melumpuhkan musuh.
Musyrikin kocar-kocir.
Bendera kafir jatuh dan dibiarkan tergeletak
ditanah. Tak ada satupun dari pasukan musyrikin yang berani mengibarkan
bendera. Berarti, musyrikin telah kalah.
Orang-orang Quraisy pun
lari. Orang-orang Islam mengejar. Harta rampasan pun mereka peroleh. Ketika
melihat apa yang telah terjadi, pasukan pemanah turun dari gunung untuk
mengambil harta rampasan. Pemanah yang menjadi taming pasukan muslimin dari
belakang itu beranggapan bahwa perintah Rasulullah saw.. susah tidak berlaku.
Sebab, mereka sudah menang.
Hanya segelintir orang saja yang masih
berada di atas gunung sambil memanggul anak panah.
Khalid bin Walid melihat gunung Uhud sepi. Pikirannya pun menemukan
titik lemah muslimin. Maka, dia bersama tentaranya memutar dan menghampiri
gunung.
Dia membunuh pasukan
pemanah yang masih tersisa. Setelah itu, Khalid menyerang muslimin dari
belakang. Pasukan muslimin kocar-kacir. Mereka kehilangan komando.
Ketika melihat situasi
itu, orang-orang Quraisy yang lari kembali lagi. Musyrikin mengepung muslimin
dari depan dan belakang. Jadilah pasukan muslimin makanan empuk. Mereka di
bantai habis-habisan. Sebagian mereka pun lari ke bukit bahkan ke Madinah.
Pada waktu itu,
Rasulullah hanya bersama Sembilan sahabat. Tujuh dari Anshar dan dua dari Quraisy
(Muhajirin). Pasukan Quraisy mendekati Rasulullah saw. untuk membunuh beliau.
Para sahabat yang ada di
sekitar beliau bertempur. Satau persatu mereka terbunuh. Tinggal dua sahabat
yang tersisa. Mereka berdua adalah Sa’ad bin Waqqas dan Talhah bin Ubaidillah.
Pasukan musuh terus
melancarkan serangan. Rasulullah menjadi sasaran. Lambung dan gigi seri beliau
terkena lemparn batu. Bibir beliau pecah. Abdullah bin Syihab memukul kening
beliau hingga terluka. Abdullah bin Qami’ah datang dengan berkuda lalu menyabet
Rasulullah saw. dengan pedang dan mengenai bahu beliau.
Namun, pedang itu tidak
melukai Rasulullah sebab beliau memakai baju besi. Tapi, beliau merasakan sakit
sampai lebih dari satu bulan. Setelah itu ibnu Qami’ah memukul bagian tulang
pipi nabi sehingga dua kepaing lingkaran rantai topi besi beliau lepas dan
mengenai kening beliau.
Dalam hal itu, Rasulullah
saw. bersabda, “Amat besar kemarahan Allah terhadap suatu kaum yang membuat
wajah Rasul-Nya berdarah.” Lalu beliau melanjutkan, “Ya, Allah ampunilah kaumku
karena mereka tidak mengetahui.”
Tentu dalam kondisi yang
sangat keritis itu, orang-orang Quraisy memiliki kesempatan emas untuk membunuh
Rasulullah saw.. Namun, mereka tidak bisa melakukannya.
Sebab, sahabat Talhah bin
Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqqas menjaga beliau. Sahabat Sa’ad terus
menembaakan anak panah. Sahabat Talhah bin Ubaidillah berperang melawan mereka.
Menjadikan dirinya taming agar serangan musuh tidak mengenai nabi.
Ketika perang berkecamuk
itu, ada seseorang yang memanah Rasulullah saw., Talhah bin Ubaidillah menghadang
anak panah itu dengan tangannya. Tangan talhah pun terluka dan cacat seumur
hidup[5].
Kalau dihitung, luka
Talhah pada waktu itu mencapai 43 lebih baik luka sebab panah atau tombak.
Tak lama kemudian,
sahabat yang berada di garda depan berdatangan. Sayidina Abu Bakarlah yang
datang terlebih dahulu. Para sahabat sedih bukan kepalang saat melihat
Rasulullah telah terluka.
Lalu mereka bersumpah berani
mati (bai’ah ala al-Maut) untuk tidak lari. Mereka pun melindungi
Rasulullah saw. dari pasukan musuh. Abu Dajanah berdiri di hadapan nabi dan
menjadikan punggungnya tertembus anak panah. Abu Talhah menjadikan dadanya
sasaran anak panah untuk melindungi beliau. Para sahabat terus bertempur
menghalangi musuh untuk membunuh Rasulullah saw..
Pada waktu itu, nabi
terjerembab pada lubang yang sengaja digali orang kafir. Sayidina Ali memegang
tangan beliau dan Talhah bin Ubaidillah mengangkat beliau sehingga bisa berdiri
lagi.
Tak lama kemudian, para
sahabat yang lain berdatangan. Setelah berkumpul, Rasulullah saw. mundur dengan
setrategi jitu ke atas bukit. Di bukit itu ada gundukan pasir yang tinggi.
Ketika Rasulullah saw.
akan menaikinya, tidak bisa. Sebab, beliau mengenakan dua lapis baju besi serta
banyaknya luka dan darah yang keluar. Maka Talhah bin Ubaidillah jongkok.
Rasulullah pun mendaki gundukan pasir itu melewati punggung Talhah bin
Ubaidillah. Pada waktu itulah Rasulullah bersada, “Talhah wajib masuk surga.” [6]
Begitulah perjuangan para
Sahabt dan Sahabat Talhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah saw. pada perang
Uhud. Sahabat Talhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah sehingga tubuhnya
dipenuhi luka. Tangannya cacat.
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah juga mengangkat nabi saat terjerembab ke jurang. Serta membiarkan
punggungnya diinjak agar nabi bisa menaiki gundukan pasir di bukit Uhud.
Tak heran, di kemudian
hari, ketika mengingat perang Uhud, Abu Bakar menangis dan berkata, “Itu semua miliki
Talhah.” Rasulullah jgua bersabda, “Barang siapa yang ingin melihat orang mati
syahid yang berjalan di bumi, lihatlah
Talhah bin Ubaidillah!”
Itulah peran besar Talhah
bin Ubaidillah di perang Uhud dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah”
ini.
Sahabat
Talhah bin Ubaidillah Tawaduk dan Merakyat
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah begitu tawaduk. Sifat sombong dia buang jauh-jauh. Meski dia termasuk
di anatar pembesar sahabat, dia tetap bergaul dengan orang awam.
Suatu ketika, sahabat
Talhah bin Ubaidillah menghadiri suatu majelis. Sayyidina Talhah bin Ubaidillah
tidak sendiri. Dia bersama salah satu putranya. Saat masuk ke tempat
perkumpulan, orang-orang yang hadir
menggeserkan badannya untuk memberi tempat padanya. Sang putra mengajak untuk
duduk di tempat yang paling depan.
Akan tetapi, Sahabat
Talhah bin Ubaidillah tidak menurutinya. Dia malah duduk di tempat rendahan.
Bersama orang-orang awam. Sahabat Talhah bin Ubaidillah melihat wajah putranya.
Ada pertanyaan yang butuh jawaban. Meski tak terlontar.
Maka, Sahabat Talhah bin
Ubaidillah berkata, “Aku mendenganr Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya,
termasuk tawaduk adalah rela dengan tempat duduk rendahan dari yang mulia.”[7]
Itulah teladan Sahabat Talhah
bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini yang perlu
kita tiru.
Sahabat
Talhah bin Ubaidillah Tak Segan Mengakui Kehebatan Orang Lain
Selain itu, sahabat
Talhah bin Ubaidillah juga gampang mengakui kehebatan orang lain. Dia tidak
menganggap dirinyalah yang nomer satu. Jika ada seorang yang lebih unggul darinya
maka dia mengakuinya.
Suatu saat, ada seorang
mendatangi Sahabat Talhah bin Talhah. Orang itu berkata kepadanya, “Wahai Abu
Muhammad, Aku tidak tahu, apakah orang al-Yamani ini (Sahabat Abu Hurairah)
yang lebih mengetahui Rasulullah saw. apakah anda. Dia mengatakan apa yang
tidak anda katakan dari Rasulullah saw..”
Mendengar ucapan tidak
sedap itu, sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menjawab,
“Sungguh tidak
diragukan lagi. Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah saw. apa yang kita tidak
mendengarnya. Dan mengetahui apa yang kita tidak mengatahuinya. Kita adalah
orang kaya yang memiliki keluarga dan rumah banyak.”
“Kita mendatangi
Rasulullah saw. hanya pada pagi dan sore. Setelah itu, kita pulang. Adappun Abu
Hurairah, dia tidak punya banyak harta. Dia juga tidak punya keluarga dan anak.
Dia selalu menyertai Rasulullah saw.. Tentu, dia tahu apa yang kita tidak tahu,
mendengar apa yang kita tidak mendengarnya. Kita tidak berburuk sangka bahwa
dia mengatakan apa yang tidak dikatan Rasulullah saw..”
Laki-laki itu pun
membenarkan perkataan Sahabat Talhah bin Ubaidillah.[8]
Nah, itulah teladan
Sahabat Talhah bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah”
ini. Beliau tidak dengki pada kesuksesan orang lain.
Tidak
Mau Merenggut Harapan Orang Lain
Hati sehabat Talhah bin
Ubaidillah lembut, selembut sutra. Putih, seputih salju. Dia tidak rela melihat
orang lain menderita. Dia juga tidak mau ada orang yang putus asa. Lebih baik dia
kehilangan sesuatu yang berharga dari pada harus membuat orang lain putus
harapan.
Hal itu, terekam jelas
dalam biografi Talhah bin Ubaidillah. Suatu saat, Sahabat Talhah bin Ubaidillah
mengenakan selendang mahal dan bagus. Ketika berada di tengah jalan, selendang
itu dirampas oleh seorang laki-laki.
Sepontan, orang-orang
yang menyaksikan hal itu mengejar. Mereka berbondong-bondong ingin menangkap
orang itu. Adapun sahabat Talhah bin Ubaidillah hanya diam. Dia seakan tidak
menghiraukannya.
Tak lama kemudian, massa
datang. Mereka membawa selendang Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Akan tetapi,
sahabat Talhah bin Ubaidillah tidak bahagia dengan hal itu. Dia malah menyuruh
orang-orang untuk mengembalikan selendang pada si perampas.
“Kembalikanlah pada dia!”
Perintah sahabat Talhah bin Ubaidillah.
Orang-orang pun
menyerahkan selendang itu pada perampas. Ketika melihat Sahabat Talhah bin
Ubaidillah, si perampas malu bukan kepalang.
Maka, dia menyerahkannya
lagi pada sahabat Talhah. Tapi, sahabat Talhah tidak berkenan mengambilnya
kembali. Dia malah berkata:
“Ambillah! Semuga Allah
swt. memberkahimu. Sungguh aku malu pada Allah swt.. Jika ada orang yang
mengharapkan sesuatu, lalu aku memutus harapannya dan membuatnya kecewa”[9]
Teladan Sahabat Talhah
bin Ubaidillah dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini juga perlu
kita terapkan. Yakni, beliau tidak mau membuat orang lain putus harapan.
Sahabat
Talhah bin Ubaidillah, “Terimakasih Istriku”
Kegelisahan menyelimuti
hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Beliau mondar-mandir. Meliuk-liuk di tempat
tidur. Tidak tahu harus berbuat apa. Pikirannya buntu. Matanya tak dapat terpejam.
Sikapnya pun sedikit dingin pada sang istri. Tidak seperti biasa.
Melihat semua itu, sang
istri juga ikut gelisah. Tak enak rasa. Takut-takut dia punya salah besar. Dia
takut dialah yang membuat suaminya tak tentram.
Untuk memastikan apa yang
telah terjadi, sang istri memberanikan diri bertanya. “Wahai Abu Muhammad, ada
apa? Aku melihatmu sejak tadi malam begitu gelisah. Apakah aku yang membuat
pikiranmu kacau?”
Mendengar pertanyaan itu,
sahabat Talhah bin Ubaidillah tahu ada rasa resah di hati istrinya.
“Tidak. Sungguh, paling
baiknya istri adalah dikau. Aku gelisah, karena memiliki beban pikiran sejak
tadi malam,” kata sahabat Talhah bin Ubaidillah ingin meringankan beban pikiran
sang istri.
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah tidak mau membuat istrinya susah. Apalagi hanya karena beban
pikirannya sendiri.
“Apa sangkaan seseorang
ketika bermalam, sedangkan harta sebanyak ini ada di rumahnya?” Lanjut sahabat
Talhah.
Mengertilah sang istri.
Kegelisahan Sahabat Talhah bin Ubaidillah bukan karena dirinya, tapi karena harta
yang ada di rumahnya. Sebab sebelumnya, ada harta sebanyak 700,000 datang dari
Hadramaut.
Istri sahabat Talhah
memang istri yang baik. Dia juga tidak mau melihat suaminya larut dalam
kesedihan. Maka, dia mencoba memeras otak untuk mencari jalan keluar.
Seketika, ide pun muncul.
Ternyata, ada salah satu perilaku Sahabat Talhah bin Ubaidillah yang hilang.
“Mana perilakumu?” Istri
salehah yang memiliki nama Ummu Kulstum itu mencoba mengingatkan suaminya pada
kebiasaannya.
“Yang mana?”
“Itu, ketika pagi
menjelang, engkau menyiapkan mangkok besar dan piring. Lalu engkau membagikannya
pada rumah-rumah Muhajirin dan Anshar sesuai derarajat mereka,” kata si istri.
Beban sahabat Talhah
sirna. Beliau menemukan jalan keluar yang sangat jitu. Benar-benar beruntung
beliau memilki istri Ummu Kulsum binti Abu Bakar as-Sidiq. Seorang wanita yang
tak mau melihat suaminya gelisah dan resah.
“Semoga Allah
mengasihanimu. Sungguh, engkau –sebagiamana yang aku tahu, wanita yang mendapatkan
pitunjuk dan putri dari seseorang yang mendapat petunjuk,” ucap Sahabat Talhah bin
Ubaidillah memuji istri tercintanya.
Besok paginya, Sahabat
Talhah bin Ubaidillah menyiapkan mangkuk dan piring besar. Lalu membagikannya
pada sahabat Muhajirin dan Anshar. Beliau juga mengirimkan satu piring untuk Sayyidina
Ali.
Melihat semua itu, Ummu
Kulsum bertanya, “Apakah engkau tidak akan menyisakan harta ini untuk kita?”
“Sisanya nanti untukmu,”
jawab sahabat Talhah bin Ubaidillah.
Setelah dilihat, ternyata
harta sebanyak 700,000 itu tersisa satu wadah yang berisi hanya 1000 dirham[10].
Kisah hidup Sahabat
Talhah bagian ini sangat mengharukan. Terutama istri beliau yang luar biasa.
Semoga sub judul dalam tulisan “Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini membuat
kita semakin sayang pada istri.
Sahabat
Talhah bin Ubaidillah Mendapat Penyejuk Hati dari Rasulullah
Selanjutnya, dalam tulisan
“Biografi Talhah bin Ubaidillah” ini akan dijelentrehkan kisah Sahabat Talhah
bin Ubaidillah mendapatkan ‘hadiah’ terindah dari Rasulullah.
Sahabat Talhah bin
Ubaidillah memiliki kelebihan tersendiri. Selain mendapat kabar bahwa dia akan
masuk surga, dia juga sering mendapat penghibur hati dari Rasulullah saw..
Contohnya, ketika terjadi
perang Badar. Waktu itu Rasulullah saw. mengirim Sahabat Talhah bin Ubaidillah dan
dan Sahabat Sa’id bin Zaid ke Syam. Beliau memerintah pada mereka berdua untuk
menjadi mata-mata.
Ketika mereka pulang,
Rasulullah dan para sahabat sudah selesai dari perang Badar. Ada rasa sedih di
hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah. Pada perang pertama ini dia tidak bisa menghadirinya.
Apa lagi para sahabat yang mengikuti perang Badar memiliki keutamaan
tersendiri.
Ketika sampai di Madinah,
Rasulullah saw. memberi bagian harta rampasan perang pada Sahabat Talhah bin
Ubaidillah. Hal itu tidak membuat hati Sahabat Talhah bin Ubaidillah tenang. Keinginnya
pahala bukan harta.
“Engkau mendapat bagian
harta rampasan,” sabda Rasulullah saw. pada Sahabat Talhah.
Mendengar penuturan
Rasulullah, Sahabat Talhah bin Ubaidillah langsung menanyankan pahalanya.
“Pahalaku wahai
Rasulullah?” Kata Sahabat Talhah.
“Ia, untukmu pahalamu,” jawab
Baginda Nabi. Bahagialah sahabat Talhah[11].
Suatu ketika, sahabat
Talhah sowan kepada Rasulullah saw.. Kebetulan, waktu itu Rasulullah saw.
memegang buah Safarjal. Ketika Sayyidina Talhah muncul, Rasululllah saw.
melemparkan buah itu pada Sahabat Talhah. “Ambillah wahai Abu Muhammad, karena
buah itu dapat menghibur hati.”[12]
Itulah biografi Talhah
bin Ubaidillah. Tentu masih banyak sisi kehidupan beliau yang tidak tertuang
dalam tulisan ini. Tapi, mudah-mudahan bermenfaat.
[2] المستدرك على
الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/ 416) الإصابة في تمييز الصحابة (3/ 530)
[11] المستدرك على
الصحيحين للحاكم مع تعليقات الذهبي في التلخيص (3/ 416)/ الإستيعاب في معرفة الأصحاب (1/
231، )
Posting Komentar