Profil
Singkat Sahabat Saad bin Abi Waqqashh
Dalam tulisan “Biografi Saad
bin Waqqash” ini, penulis akan mengulas profil singkat sahabat Saad bin Abi Waqqash.
Mulai dari nama, nasab, dan hal penting yang berkaitan dengannya.
Dia adalah Saad bin Abi Waqqash.
Salah satu dari 10 sahabat Rasulullah yang dikabarkan akan masuk surga. Sahabat
Saad bin Abi Waqqash juga sahabat yang masuk Islam di awal-awal. Dia juga orang
pertama kali yang melesatkan anak panah dalam Islam.
wallpaperbetter.com |
Dia juga hadir dalam perang
Badar. Juga, dalam kejadian Hudaibiyah. Dia juga salah satu 6 dari sahabat
syuro di mana ketika Rasulullah wafat, mereka mendapatkan rida dari Rasulullah.
Namanya adalah Malik bin
Ahib bin ‘Abdi Manaf bin Zahrah bin Kilab. Sedangkan ibunya adalah Hamnah binti
Abi Sufyan bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab.
Dengan demikian, nasab sahabat
Saad bin Abi Waqqash bersambung dengan nasab Rasulullah saw.. Baik dari jalur ayah
atau ibu[1].
Itulah profil singkat dalam
tulisan biografi Saad bin Abi Waqqash ini.
Biogarfai
Saad bin Abi Waqqash; Ingin Menginfakkan Semua Hartanya
Pada tahun penaklukan Makkah, Sahabat Saad bin Abi Waqqash
sakit. Terbayang di matanya hari
kematian. Mungkin sebentar lagi Sahabat Saad bin Abi Aaqqas akan meninggalkan
dunia fana ini.
Padahal Sahabat Saad bin Abi Waqqash merasa amalnya masih
kurang. Sahabat Saad bin Waqqash pun berpikir untuk menginfakkan hartanya. Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin harta
yang dimilikinya tidak menjadi beban nanti di akhirat. Apalah
arti dunia. Wong andai mati, harta-hartanya tidak akan ia bawa.
Suatu hari, datanglah Rasulullah saw. menyambanginya. Sahabat Saad bin Abi Waqqash bahagia
sekali. Sebuah keberuntungan tiada tara bagi Sahabat
Saad bin Abi Waqqash mendapat kunjungan Rasulullah saw.
Selain itu, Sahabat Saad bin Abi Waqqash juga merasa kegelisahannya akan terobati.
Sebab, ia mendapatkan orang yang tepat untuk mengadukan
kegalauannya, yaitu Rasulullah saw.. Sahabat Saad bin Abi Waqqash
ingin tahu pendapat beliau
tentang keinginannya itu.
Lalu, Sahabat Saad bin Waqqash mengutarakan isi
hatinya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
ini orang kaya. Aku banyak
harta. Dan aku juga
tidak punya ahli waris kecuali satu yaitu putriku. Bagaimana andaikan aku menyedekahkan semua hartaku?”
Sa'ad terdiam
menunggu
jawaban. Sahabat Saad bin Abi Waqqash ingin tahu pendapat beliau mengenai harta kekayaannya; disedekahkan semua atau
tidak.
“Jangan!” kata Rasulullah.
“Kalau seprauh wahai Rasulullah saw?” Sahabat Saad bin
Abi Waqqash bertanya lagi.
“Jangan!” kata Rasulullah saw..
“Kalau sepertiga?” Mendengar pertanyaan yang ketiga
ini, Rasulullah tidak melarang Sahabat
Saad bin Abi Waqqash juga tidak menyuruhnya.
Beliau hanya memberi tahu bahwa
meningglakan harta warisan yang banyak sehingga membuat anak tidak
meminta-meminta itu lebih baik.
“Sepertiga itu banyak. Sungguh, jika kamu meningglkan
putrimu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada kau biarkan putrimu miskin
karena hartamu kau sedekahkan semua. Kalau putrimu miskin, dia akan
meminta-minta dan tentu hal itu tidak baik. Mungkin juga, hidupmu masih
panjang. Kalau hartamu kau sedekahkan semua, bagaimana dengan dirimu. Sungguh,
apa yang kau infakkan karena mengharap rida Allah, itu pasati mendapat pahala,
sampai sesuap nasi yang dimakan istrimu,” Rasulullah menjelaskan[2].
Begitulah sekelumit biografi Saad bin Abi Waqqash
tentang keinginannya bersedekah.
Biografi Saad bin Abi Waqqash; Gara-gara
Tidak Pernah Iri
pada Orang Islam
Suatu ketika, para
sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah saw.. Mereka ingin menimba ilmu lebih
banyak lagi. Dari kejauhan, tampak sekali mereka begitu khidmat. Kepala mereka menunuduk. Akhlak mereka begitu
sempurna kepada baginda nabi.
Hati mereka pun
bahagia. Rindu yang kadang menggelora bisa terobati dengan pertemuan itu. Wajah Rasulullah juga tampak
berseri-seri. Sikap Rasulullah pada sahabat-sahabatnya tak kalah menyejukkan
dari sikap mereka pada beliau. Berkumpul dengan Rasulullah seakan diam di
tempat hembusan angin semilir yang tiada lelah
membelai-belai tubuh yang sedang linglung.
Di tengah
asyik-asyiknya, Rasulullah bersabda, “Sebentar lagi akan datang seseorang
penduduk surga.” Para sahabat pun penasaran. Mereka ingin, orang yang datang adalah keluarganya. Para sahabata yang
hadir menunggu. Siapa gerangan yang akan datang.
Tak lama kemudian, datanglah
sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Sahabat yang hadir pun
tahu, Sahabat
Sa’ad bin Waqqash mendapat kebahagiaan dunia akhirat. Mereka tidak
berkomintar apa-apa. Mereka hanya ingin kelak mereka juga masuk surga
bersama-sama.
Besoknya, para
sahabat hadir lagi di majelis yang sama. Mereka tidak lelah untuk selalu menimba ilmu dari baginda
nabi Muhmmad saw.. Kemudian, terdengar suara Rasulullah mengatakan hal yang
sama dengan kemaren, “Sebentar lagi akan datang seseorang ahli surga.”
Para sahabat sedikit
terkejut mendengar sabda nabi itu. Hati mereka penasaran siapakah dia. Dalam
pojok hati mereka ada harapan mudah-mudahan orang yang akan datang adalah
keluarga mereka.
Lalu muncullah Sahabat
Saad bin Waqqash. Ternyata Sahabat Saad lagi.
Keesokan harinya, Rasulullah saw. berkata lagi, “Akan datang pada kalian seorang penduduk surga.”
Ternyata yang
datang adalah sahabat Saad bin Abi Waqqash
lagi. Terbesit di hati para sahabat rasa penasaran. Sebenarnya apa yang diamalkan
sahabat Sa’ad
bin Waqqash? Sampai-sampai mendapat
tabsyir bil Jannah sampai tiga kali.
Ketika Rasulullah
beranjak pergi, Abdullah bin Amer yang
diselimuti penasaran bangkit dan menghampiri sahabat Sa’ad bin Waqqash. Ia
ingin tahu sebenarnya amal apa yang dikerjakan oleh sahabat Sa’ad sampai mendapatkan kebahagiaan itu.
Abdullah ingin
mengerjakan amal yang diamalkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash sehingga ia juga
akan mendapat tabsyir biljannah (kabar bahagia masuk surga).
Kemudian sahabat
Abdullah bin Amer mencari-cari alasan supaya bisa
menginap di rumah sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash.
“Maaf wahai Sa’ad.
Saya ada masalah dengan ayah. Saya juga bersumpah tidak akan pulang sampai tiga
malam. Jika kau berkenan untuk menampungku di rumahmu sampai masa sumpahku
habis, saya bahagia sekali,” kata sahabat Abdullah sedikit mengiba. Sahabat
Saad bin Abi Waqqash mengiakan.
Sahabat Abdullah
pun kemudian menginap di rumah Sa’ad bin Abi Waqqash. Pada
malam pertama, Abdullah tidak mendapati sahabat Saad bin Abi Waqqash beribadah semalam suntuk. Ibadah sahabat
Saad biasa-biasa saja.
Abdullah hanya
melihat ketika Sa’ad berbalik, lidahnya menyebut nama Allah dan bertakbir. Hal
yang sedemikan berlanjut sampai fajar. Abdullah sama sekali tidak melihat sahabat
Sa’ad bin Waqqash berdiri panjang dalam salat malam.
Ketika azan subuh
berkumandang, sahabat Saad
bin
Abi Waqqash mengambil wudu dan
menyempurnakannya. Sahabat Saad melakukan segala sunah wudu. Kemudian salat subuh.
Dan sahabat
Saad tidak berpuasa.
Melihat semua itu,
Abdullah bin Amer tambah penasaran. Mungkin ada amal yang tidak ditampakkan
oleh sahabat Sa’ad. Abdullah pun menginap di rumah Sa’ad sampai tga hari tiga
malam.
Akan
tetapi, Abdullah tidak menemukan ibadah sahabat
Sa’ad yang wah. Menurut Abdullah, amaliyah Sa’ad bin
Abi Waqqash biasa-biasa saja dan
tidak ada yang sangat istimewa. Mungkin para sahabat yang lain juga melakuakan
hal yang sama.
Pada hari ketiga,
terbesit dalam hati Abdullah bin Amer
perasaan meremehkan. Sebab, ia tidak pernah melihat amal
sahabat Saad bin
Abi Waqqash yang wah.
Kemudian, Abdullah
bin Amer berterus terang pada sahabat Sa’ad. Sebenarnya, antara dia dan ayahnya
tidak terjadi apa-apa. Ia melakukan semua ini karena penasaran amal apa yang
dilakukan sahabat Sa’ad bin Waqqash sehingga mendapatkan janji surga sampai tiga kali.
Sahabat Abdullah juga
mengabarkan tentang pengamatannya selama ini. Ternyata ia tidak mendapati Amal
Sa’ad bin
Waqqash yang luar
biasa. Semuanya biasa-biasa saja.
Padahal tujuan Abdullah, untuk mengikuti amal sahabat Sa’ad bin Waqqash.
Mungkin dengan mengikuti amal Sa’ad akan mendapat janji surga dari Rasulullah
saw..
Mendengar penuturan
sahabat Abdullah, sahabat Saad bin Abi Waqqash terdiam. Ada haru dalam hatinya.
“Memang tidak ada
yang wah. Amalku seperti apa yang kamu saksikan,” tiba-tiba suara sahabat
Sa’ad memecah keheningan. Sahabat Abdullah pun kecewa. Ia
tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
Lalu ia pun ingin
berlalu meninggalkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash. Ketika Abdullah bin Amer
berbalik badan ingin pergi, suara Sa’ad menghentikan
langkahnya.
“Memang amalku
seperti yang kamu lihat. Namun ada satu hal yang tidak
kamu ketahui. Aku tidak pernah sakit hati pada orang Islam. Jika mereka
mendapat nikmat, aku tidak iri apa lagi dengki,” kata Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash.
“Inilah yang membuat
dirimu beruntung. Dan aku tidak mungkin bisa menirunya,” sahut sahabat Abdullah bin Amer[3].
Biografi
Saad bin Abi Waqqash; Kisah Memeluk Islam
Sahabat Saad bin Waqqash adalah pemuda yang sangat berbakti pada
orang tua. Sejak kecil tak pernah menorehkan coretan perih di hati orang tua.
Apa lagi pada sang bunda tercinta. Apa yang
diinginkannya pasti dituruti. Apa yang dititahkan pasti ditepati. Kepentingan
peribadi dinomer
duakan. Yang terpenting sang ibu bahagia.
Waktu pun terus berlalu. Kini, sahabat Saad bin Abi Waqqash
menginjak umur yang ke 19. Cintanya pada sang ibu sama seperti dulu. Menggunung
dan tak kan pernah rapuh.
Begitu juga sang ibu. Dia mencintai anaknya dengan
hati mendalam. Bagaimana tidak. Dia adalah anak yang begitu nurut dan tak
pernah membantah.
Suatu ketika, Sahabat Saad bin Abi Waqqash bertemu Sayidina
Abu Bakar as-Siddiq. Tampak wajah Sayidina Abu Bakar menyimpan sesuatu. Ada apa
dengan Sayidina Abu Bakar?
Kemudian dengan nada lembutnya, Sayidina Abu Bakar
mengabarkan bahwa orang yang sangat terpercaya, al-Amin Muhammad adalah utusan
Allah swt.. Sayidina Abu Bakar juga mengajaknya untuk memeluk agama yang dibawa
Nabi Muhammad.
Tampa pikir panjang, Sahabat Saad bin Abi Waqqash
menerima ajakan Sayidina Abu Bakar. Dia sangat yakin, agama yang bernama Islam
ini agama yang benar-benar diturunkan Allah swt..
Begitulah biografi Saad bin Abi Waqqash dalam memeluk agama
Islam.
Biografi
Saad bin Abi Waqqash; Memilih Islam atau Ibu?
Lambat laun, keislman sahabat Saad bin Abi Waqqash tercium
oleh sang ibu. Betapa marahnya wanita yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan itu.
Sang ibu tidak rela anak tercintanya meninggalkan agama nenek moyangnya.
Tentu Sahabat Saad bin Abi Waqqash merasakan perih yang begitu pedih. Di sisi lain dia ingin
berbakti pada sang bunda,
tapi sang bunda menghalang-halanginya dari
agama yang benar ini.
Sahabat Saad bin Abi Waqqash sedih bukan kepalang. Dia
bingung. Jika memilih ibu, Sahabat Saad bin Waqqash akan tersesat. Jika memilih
Islam, hati sang bunda pasti tersayat.
Sahabat Saad bin Abi Waqqash terjepit diantara
keinginan bunda dan keyakinannya. Kenapa harus ibu yang menjadi cobaan
keimanannya? Sahabat Saad bin Abi Waqqash masih tenggelam dalam kebingungan.
“Ananda, tahukah kamu, bahwa Allah menyuruhmu untuk
berbakti pada orang tua? Tanya sang bunda.
“Ia
ibu,” kata sahabat Saad bin Abi Waqqash lirih.
“Kalau begitu, tinggalkan agamamu ini. Dan peluklah
agama nenek moyangmu,” kata sang ibu lagi dengan nada tegas dan berwibawa.
Sahabat Saad bin Abi Waqqash terdiam. Lalu sang ibu
berkata lagi, “Kalau kamu tidak meninggalkan agama baru itu, ibu tidak akan makan sampai ibu mati.
Biar orang-orang mencercamu.
Engkaulah yang
membunuh ibumu sendiri.”
Sahabat Saad bin Abi Waqqash mencoba bertahan. Ia
tampakkan pada sang ibu wajah teguh pendirian. Ia akan tetap memilih Islam.
Ternyata, gertakan sang ibu bukan hanya ancaman
belaka. Sang ibu benar-benar tidak makan agar Sahabat Saad bin Abi Waqqash
meninggalkan agama Nabi Muhammad saw..
Selama satu hari satu malam, sang ibu tidak memasukkan
makanan sebutir pun. Sungguh besar pengorbanan sang ibu untuk mengakfirkan
putranya.
Melihat semua itu, Sahabat Saad bin Abi Waqqash sedih.
Akan tetapi apa boleh buat. Sang ibu begitu keras untuk meraih keinginannya.
Esok harinya, sang ibu begitu lemas. Perutnya kosong
keroncongan. Matanya sayu. Tubuhnya tak bertenaga. Yang tersisa hanya hembusan
nafas yang terus memburu. Sahabat Saad bin Abi Waqqash masih tetap berpegang
pada prinsipnya: memilih Islam.
Keengganan ibu
Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash
untuk makan ini terus berlanjut. Sang ibu terus tidak makan sampai hari
esoknya. Berarti selama dua hari sang ibu tidak memasukkan makanan sama sekali.
Melihat semua itu, Sahabat
Saad bin Abi Waqqash ingin menunjukkan bahwa sekuat apapun sang ibunda
menghalanginya, ia tetap akan memilih Islam. Maka, Sahabat Saad bin Abi Waqqash
menghampiri sang ibu.
Dia berkata, “Wahai ibunda, andai kau memilki seratus
nyawa, dan hilang satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Maka
terserah kau saja. Jika mau, makanlah. Jika tidak, terserah.”
Akhirnya, sang ibu pun tahu bahwa tekad dan keinginan
anaknya sudah mennyamudra.
Sebesar apapun ancaman tidak mungkin bisa menghantam pendiriaannya. Sang ibu
putus asa. Kemudian sang ibu makan dan minum.
Sa’ad bin Abi Waqqash bahagia. Kemudian turunlah ayat[4],
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat)
kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku
kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (al-Ankabut (29) 08)
Begitulah biografi Saad bin
Abi Waqqash saat memperjuangkan keimanannya.
Posting Komentar