Permasalahan sosial yang
tak pernah terselesaikan adalah masalah kemiskinan. Masalah ini selalu saja ada
dan tak pernah sirna.
Jangankan ormas atau
lembaga-lembaga keislaman, pemerintah pun yang memang memiliki tanggung jawab
penuh belum bisa menyelesaikan masalah ini.
fr.freefik.com |
Ironinya, masalah ini
kadang melahirkan masalah-masalah lain yang lebih serius. Banyak berita
kejahatan karena faktor ekonomi. Pencurian motor karena ekonomi. Ramainya begal
juga karena ekonomi.
Bahkan, kita sering
mendengar masyarakat keluar dari Islam karena faktor ekonomi.
Kefakiran
Dekat pada Kekufuran
Benarlah, bahwa kefakiran
itu lebih dekat pada kekufuran. Nabi juga pernah berdoa agar dijauhkan dari dua
hal: kekufuran dan kefakiran.
Rasulullah berdoa:
اَللَّهُمَّ
إنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya
aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran.”
Hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Nasa’i, Imam Ibnu Hibban, dan Imam al-Hakim. Imam al-Hakim
berkomentar, sanda hadis ini sahih.
Dalam hadis di atas,
Rasulullah meminta perlindungan dari kekufuran dan kefakiran. Tentu, menyebut
dua kalimat tersebut secara bersamaan memiliki arti bahwa keduanya sama. Yakni
sama-sama bahaya.
Imam al-Munawi dalam
Kitab Faydh al-Qadîr mengatakan, Rasulullah menyebut kata kufra (kekufuran)
setelah kata faqra (kefakiran) karena kefakiran kadang bisa menyebabkan terjatuh
dalam kekufuran.
Hal senada juga ditulis
oleh Imam Badruddin al-‘Aini dalam kitabnya, ‘Umdah al-Qârî Syarh Shahîh
Bukhârî. Kata beliau, kafakiran itu kadang membuat orang melakukan sesuatu
yang tidak pantas dilakukan oleh ahli agama dan orang yang menjaga harga diri.
Kadang juga, bisa
menyebabkan seseorang melakukan perkara haram. Bahkan, kadang bisa menyebabkan
melafalkan kalimat yang membuat dia jatuh dalam kekufuran.
Oleh karenanya,
Rasulullah saw. berdoa agar dijauhkan dari fitnah kefakiran ini.
Hikmah
Zakat dan Perannya Menuntaskan Masalah Kemiskinan
Apakah Rasulullah hanya
mengajarkan doa untuk keluar dari masalah kemiskinan atau kefakiran ini? Tentu
tidak.
Dalam Islam ada kewajiban
yang harus dilakukan, yaitu zakat. Ya, Islam mewajibkan zakat terhadap orang-orang
kaya. Salah satu hikmahnya adalah sedikit demi sediki menghapus kemiskinan.
Syaikh ‘Ali Ahmad
al-Jurjawi menjelaskan dalam Hikmah at-Tasyrî’ Wa Falsafatuh, mengenai
hikmah kewajiban zakat ini.
Dalam kitab tersebtu
dijelaskan, setidaknya ada tiga hikmah kewajiban mengeluarkan zakat. Pertama,
membantu orang-orang tidak mampu.
Dengan adanya kewajiban
zakat ini, orang yang lemah, fakir, dan miskin bisa terbantu. Sehingga mereka
bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka. Seperti mengeasakan dan beribadah
kepada Allah.
Jika mereka masih sempit
dalam ekonomi, mana mungkin mereka bisa beribadah dengan sempurna?
Kedua, zakat
bisa menyucikan diri orang yang mengeluarkan zakat dari dosa-dosa. Juga,
membersihkan dirinya dari akhlak tercela.
Sebab, zakat melatih
seseorang menekan sifat rakus. Sehingga dirinya terbiasa murah hati, terlatih
untuk amanah, dan memberikan hak kepada orang yang berhak.
Ketiga, bersyukur
atas nikmat Allah. Ya, kekayaan adalah nikmat dan anugerah dari Allah. Oleh
karenanya, nikmat itu harus disyukuri. Tentu, mengeluarkan zakat kepada
fakir-miskin termasuk bersyukur kepada Allah swt..
Dengan demikian kita bisa
tahu, menfaat zakat tidak hanya dirasakan oleh orang yang menerima. Akan tetapi,
juga dirasakan oleh orang yang mengeluarkan zakat.
Sayid Muhammad bin Ahmad
as-Syathiri juga berpendapat yang sama. Beliau menulis dalam kitabnya, Syarh
al-Yâqût an-Nafîs, bahwa hikmah zakat yang paling jelas adalah tarahum
dan ta’atuf. Artinya, saling menjalin kasih sayang.
Bahkan kata beliau,
andaikan zakat ini dikeluarkan dan dikelola dengan cara yang syar’i, tidak akan
ada orang fakir di dunia ini. Karena Allah telah meletakkan dalam harta orang
kaya bagian yang harus diberikan kepada orang fakir.
Bersedekahlah
Walaupun Hanya Separuh Biji Kurma
Lalu, bukannya zakat
hanya diwajibkan kepada orang kaya dengan syarat tertentu? Bagaimana dengan
orang yang tidak berkwajiban zakat?
Untuk berbagi, tidak
harus menunggu wajib. Kita bisa berbagi dengan mengeluarkan sedekah semampu
kita. Sesuai dengan kondisi kita masing-masing.
Dalam kitab al-Fawâid
al-Mukhtârah, kitab yang dirangkum dari dawuh Al-Habib Zain bin
Ibrahim bin Smith, disebutkan bahwa orang yang memiliki harta sedikit,
bersedekahlah dari sedikitnya. Orang yang memiliki harta banyak, bersedekahlah
dari banyaknya harta tersebut.
Rasulullah juga bersabda,
“Takutlah (lindungilah diri) kalian dari neraka walau dengan separuh kurma.”
(HR. Imam Bukhari.
Menurut Imam Ibnu Bathal,
hadis ini memotivasi kita untuk bersedekah walaupun dengan sesuatu yang
sedikit.
Lagian, kita tidak boleh
meremehkan sedekah yang sedikit. Karena yang sedikit bisa saja sangat besar
bagi mereka yang membutuhkan. Bukankah bukit berasal dari butiran debu yang
sedikit?
Maka, jangan lelah berbagi
walau hanya dengan kurma separuh biji. Karena kebaikan berbagi tidak hanya
dirasakan oleh yang menerima tapi juga oleh pemberi.
Pula, siapa tahu, sedikit
sedekah yang kita berikan bisa menyelamatkan mereka dari kekufuran. Jika
demikian, betapa bahagianya mereka, betapa baiknya kita. Semoga!
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”
https://donasi.dompetdhuafa.org/ |
3 komentar