Bulan puasa sudah di depan mata. Beberapa hari lagi kita sudah wajib berpuasa. Namun, apakah kita sudah tahu cara berpuasa dengan benar? Jika tidak, maka kita perlu belajar. Agar puasa kita sah dan diterima oleh Allah swt..
Karenanya, tulisan ini merupakan Cara atau Panduan Puasa Ramadan. Penulis berusaha untuk menulisnya dengan lengkap dan bisa difahami dengan mudah.
Arti Puasa
Pertama, kita perlu mengetahui arti puasa. Menurut bahasa, arti puasa adalah al-imsak (mencegah). Sedangkan menurut syara’nya adalah mencegah dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan cara tertentu.
Tentu, berpuasa ini tidak mudah. Namun, orang yang kuat imannya pasti bisa menjalaninya. Sebab, orang yang memiliki iman pasti bisa melawan syahwat dan bisa mengikuti perintah Allah. Termasuk dalam melaksanakan ibadah puasa.
Syarat Wajibnya Puasa
Selanjutnya, dalam tulisan “Cara dan Panduan Puasa Ramadan” ini penulis akan membahas tentang syarat-syarat wajibnya puasa.
Artinya, puasa Ramadan menjadi wajib jika memenuhi syarat-syarat puasa.
Adapun syarat wajib puasa berjumlah empat. Penulis jelaskan sebagaimana berikut:
1. Harus Muslim
Syarat wajib puasa yang pertama adalah harus muslim. Maka, orang kafir tidak wajib berpuasa. Andaikan dia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya tidak sah.
Jika masuk Islam, maka wajib berpuasa. Namun, tidak wajib mengganti (meng-qodo’) puasa yang dia tinggalkan sebelum masuk Islam.
Adapun orang yang murtad, maka ketika dia masuk Islam lagi, wajib mengganti puasa yang dia tinggalkan saat murtad.
2. Harus Mukallaf
Orang yang wajib berpuasa haruslah orang mukallaf (terkena kewajiban berpuasa). Yang dimaksud orang mukallaf di sini adalah dia sudah baligh dan memiliki akal (tidak gila dan lain sebagainya).
Maka, anak kecil tidak wajib berpuasa. Akan tetapi, ketika mereka berumur tujuh tahun, orang tua wajib mengajaknya berpuasa. Ketika berumur 10 tahun harus dipukul jika tidak berpuasa.
Hal ini bertujuan agar seorang anak terbiasa berpuasa. Sehingga puasa ini menjadi karakter dirinya. Ketika dia besar, dia tidak akan berat untuk berpuasa.
Intinya, orang tua memiliki kewajiban untuk melatih anaknya yang masih kecil untuk berpuasa.
Tentu, orang tua juga berkewajiban mengajarinya Cara dan Panduan Puasa Ramadan.
3. Harus Mampu
Orang yang wajib berpuasa hanya mereka yang mampu. Baik secara hissy (kelihatan mata) atau syar’i (menurut syara’).
Maka tidak wajib bagi orang yang sangat tua yang pikun atau orang yang sakit dan tidak bisa diharapkan kesembuhannya. Karena mereka tidak mampu.
Pula, tidak wajib berpuasa bagi orang yang haid atau nifas, karena menurut syara’ mereka tidak mampu.
4. Harus Sehat
Syarat wajib puasa yang nomer empat adalah sehat. Maka, tidak wajib bagi orang sakit. Namun, jika dia memaksakan diri untuk berpuasa, maka puasanya sah.
Batasan sakit yang membolehkan tidak berpuasa adalah sakit yang memenuhi salah satu kereteria berikut:
Ø Jika berpuasa dihawatirkan menyebabkan kematian.
Ø Jika berpuasa dihawatirkan sakitnya tambah parah.
Ø Jika berpuasa dihawatirkan kesembuhannya tambah lama.
5. Harus Muqim
Syarat wajib puasa yang terakhi adalah muqim (bukan dalam perjalanan). Maka musafir (orang yang berada dalam perjalanan) tidak wajib berpuasa.
Akan tetapi, perjalanannya harus mencapai paling sedikit 82 kilo meter, perjalanannya juga mubah/boleh, dan perjalanannya dimulai sebelum fajar (sebelum waktu subuh).
Bagi musafir yang tidak merasakan masyaqqah (kepayahan/kesulitan), maka lebih utama berpuasa. Tapi, jika merasakan masyaqqah, maka lebih utama tidak berpuasa.
Itulah syarat wajib puasa sesuai Cara dan Panduan Puasa Ramadan yang ditulis oleh para ulama Madzhab Syafi’i.
Rukun Puasa
Arti rukun adalah pekerjaan (aktivitas) yang dilakukan dalam sebuah ibadah. Rukun puasa berarti setiap pekerjaan yang harus dilakukan ketika melaksanakan ibadah puasa.
Rukun-rukun puasa ada dua. Penulis jelaskan sebagaimana berikut:
1. Niat Puasa
Orang yang ingin berpuasa, maka harus melakukan niat puasa. Baik itu puasa sunah ataupun puasa wajib.
Karena Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya amal-amal/pekerjaan itu (sah jika) dengan niat.”
Arti niat adalah bermaksud yang bersamaan dengan pekerjaannya. Tempat niat dalam hati. Jadi, tidak wajib diucapkan dengan lisan, tapi sunah.
Namun demikian, ada perbedaan mengenai ketentuan puasa sunah dan puasa wajib.
Perbedaan ketentuan niat puasa wajib dan sunah penulis jelaskan sebagaimana berikut:
Niat puasa wajib:
Ø Waktu niat puasa wajib seperti puasa Ramada adalah dari terbenamnya matahari (waktu Maghrib) sampai keluarnya Fajar Shadiq (waktu Subuh). Artinya, niat puasa wajib harus dilakukan di malam hari.
Ø Niat puasa wajib harus ditentukan ingin melaksanakan puasa apa. Misalnya, puasa Ramadan, puasa nadzar, puasa qada’, atau puasa kaffarat (bayar denda).
Ø Tidak boleh niat melakukan dua puasa wajib dalam satu hari.
Niat puasa sunah:
Ø Waktu niat puasa sunah adalah dari terbenamnya matahari (waktu Maghrib) sampai tergelincirnya mata hari keesokan harinya (waktu Dzuhur). Maka niat puasa sunah tidak harus di malam hari, tapi juga boleh di pagi hari.
Ø Niat puasa sunah tidak wajib menentukan nama puasanya kecuali puasa yang dalam waktu tertentu. Misalnya puasa hari ‘Arafah dan lain-lain.
Ø Boleh mengumpulkan dua puasa sunah bahkan lebih dengan satu niat puasa. Misalnya niat puasa ‘Rafah sekaligus niat puasa hari Senin.
Bagaimana jika kita niat puasa Ramadan sebulan penuh di malam pertama bulan Ramadan?
Menurut Madzhab Syafi’i, niat demikian hanya mencukupi untuk hari pertama. Karena dalam Madzhab Syafi’i, niat puasa wajib dilakukan setiap malam.
Adapun menurut Madzhab Maliki, niat puasa satu bulan penuh di malam pertama ini sah dan dianggap cukup. Karenanya, tidak perlu niat di malam yang kedua dan malam selanjutnya.
Kita yang bermadzhab Sayif’iyah seyogyanya di malam pertama bulan Ramadan melakukan niat puasa satu bulan penuh. Tujuannya, jika suatu hari di bulan Ramadan tersebut kita lupa niat, kita bisa mengikuti Imam Malik dan mengerjakan puasa.
Niat puasa Ramadan yang lengkap adalah sebagaimana di bawah ini:
نويت صوم غد عن أداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى
Niat puasa Ramadan teks latin:
Nawaitu shouma ghadin ‘an ada’i fardi romadoni hadzihis sanati lillahi ta’ala.
“Niat saya puasa besok untuk melaksanakan (puasa) fardu (kewajiban) Ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala”
2. Tidak Melakukan Sesuatu yang Dapat Membatalkan Puasa
Rukun puasa yang nomer dua adalah tidak mengerjakan sesuatu yang dapat membatalkan puasa.
Hal-hal yang membatalkan puasa, penulis akan jelaskan di subjudul tersendiri dalam tulisan “Cara dan Panduan Puasa Ramadan” ini.
Syarat Sahnya Puasa
Maksud dari syarat sahnya puasa ini adalah puasa menjadi sah jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Islam (Muslim)
Agar puasanya sah, maka dia haruslah muslim di sepanjang hari, yakni dari waktu imsak sampai waktu berbuka puasa.
Maka, jika dia keluar dari Islam (murtad) meski sebentar, maka puasanya batal.
2. Berakal
Syarat sahnya puasa yang nomer dua adalah memiliki akal di sepanjang hari. Maka, tidak sah puasanya orang gila. Juga tidak sah puasanya anak kecil yang belum tamyiz.
3. Suci dari Haid dan Nifas
Syarat sah puasa yang ketiga adalah harus tidak haid atau nifas di sepanjang hari. Maka, jika menjelang maghrib keluar darah haidnya, maka batal puasanya.
Seorang perempuan yang tidak puasa karena sedang haid, lalu haidnya habis di tengah hari, maka sunah baginya imsak (tidak makan dan tidak minum) sampai waktu berbuka.
4. Mengetahui bahwa hari tersebut bisa dibuat untuk berpuasa
Syarat sah puasa selanjutnya, orang yang berpuasa harus mengetahui bahwa hari di mana dia berpuasa boleh untuk digunakan berpuasa.
Artinya, pada hari itu tidak haram berpuasa. Misalnya, bukan Hari Raya, bukan Hari Tasyriq, dan seterusnya.
Kita tidak boleh (haram) berpuasa pada hari-hari tersebut. Karenanya, berpuasa pada hari tersebut tidak sah.
Sunah-Sunahnya Puasa
Maksud dari sunah-sunah puasa ini adalah saat kita melaksanakan puasa, kita disunahkan melakukan sebuah aktivitas.
Adapun sunah-sunah puasa sebagaimana berikut:
1. Takjil (Cepat-Cepat Berbuka Puasa)
Sunah puasa yang pertama adalah kita cepat berbuka puasa ketika waktu maghrib sudah tiba.
Cepat berbuka ini sunah dilakukan jika sudah yakin masuk waktunya Maghrib. Jika masih ragu, maka tidak sunah. Bahkan bisa membatalkan puasa jika ternyata waktu Maghrib belum masuk.
2. Makan sahur walaupun sekedar minum seteguk air
Sunah puasa yang kedua adalah makan sahur. Kesunahan sahur ini bisa didapatkan tidak harus makan banyak. Yang penting ada yang masuk ke dalam perut meskipun hanya air.
Waktu sahur ini dimulai dari tengah malam.
3. Mengakhirkan sahur
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, waktu makan sahur dimulai dari tengah malam. Akan tetapi, yang sunah adalah mengakhirkannya sekiranya dapat makan sahur dengan sempurna.
Juga, disunahkan tidak makan dan minum lagi jika waktu subuh kurang seperempat jam (15 menit) lagi.
4. Berbuka puasa dengan kurma
Sunah puasa selanjutnya adalah berbuka puasa menggunakan buah-buahan khusus. Yaitu, Ruthob (kurma basah).
Jadi, setelah adzan Maghrib berkumandang, kita langsung berbuka dengan Ruthob tersebut.
Jika tidak punya, maka Busrin (kurma sebelum menjadi Ruthob). Jika tidak punya, maka kurma kering. Jika tidak punya maka air zamzam. Jika tidak punya, maka air biasa.
Jika tidak punya maka al-hulwu (sesuatu yang manis dan tidak tersentuh api, seperti madu). Jika tidak punya, maka al-halwa (sesuatu yang manis yang dimasak dengan api/diolah).
5. Membaca doa berbuka puasa
Sunah puasa Ramadan selanjutnya adalah membaca doa saat berbuka puasa.
6. Memberi takjil (makanan untuk buka puasa)
Kita juga disunahkan memberi takjil untuk orang-orang yang berpuasa. Karena perbuatan tersebut memiliki pahala yang luar biasa.
Rasulullah bersabda,
من فطر صائما كان له مثل أجره غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“Barangsiapa yang memberi makanan untuk buka puasa pada orang yang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang berpuasa juga tidak berkurang sedikit pun.” (HR. Imam Turmudzi)
7. Mandi junub sebelum waktu subuh
Jika di malam hari kita junub (hadas besar), maka sunah bagi kita untuk mandi sebelum waktu subuh tiba. Tujuannya agar kita berpuasa dalam keadaan suci.
Dengan demikian, jika di malam hari junub dan berlanjut sampai pagi hari, dia tetap boleh berpuasa dan puasanya sah. Bahkan, dalam bulan Ramadan dia tetap wajib berpuasa.
8. Bersemangat shalat taraweh dan witir sampai Bulan Ramadan selesai
Begitu juga sunah bagi kita untuk shalat taraweh dan witir. Dua sholat ini kita jaga betul keistikamahannya sampai bulan Ramadan berakhir.
Rasulullah besabda, “Barangsiapa yang beribadah di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka diampunilah dosanya yang lalu-lalu.” (HR. Imam Bukhari-Muslim)
9. Memperbanyak membaca Al-Quran sambil tadabbur
Sunah puasa berikutnya adalah memperbanyak membaca Al-Quran. Jika bisa, sambil tadabbur dan memahami artinya.
Dalam sebuah hadis disebutkan, “Bulan Ramadan adalah bulan Al-Quran.”
10. Memperbanyak amal sunah dan amal shaleh
Sunah puasa berikutnya adalah kita memperbanyak amal sunah, seperti istikamah sahalat rawatib, shalat Duha, dan seterusnya.
Juga memperbanyak amal shaleh, seperti memperbanyak sedekah, silaturahim, banyak mencari ilamu, dan lain-lain.
11. Beribadah dengan sungguh-sungguh di 10 terakhir bulan Ramadan
Di Bulan Ramadan ada malam yang sangat istimewa, yaitu Lailatul Qadar. Kita sangat sunah untuk mencarinya.
Caranya, dengan bersungguh-sungguh beribadah di 10 malam terakhir Bulan Ramadan. Terlebih di malam ganjil.
12. Membahagiakan keluarga
Jika kita sudah berkeluarga, maka di Bulan Ramadan ini sunah untuk membahagiakan mereka. Kita sunah memberi belanja lebih dari hari biasanya.
13. Meninggalkan sesuatu yang sia-sia dan caci maki
Sunah puasa yang terakhir adalah meninggalkan sesuatu yang sia-sia. Juga, tidak mencaci siapa pun. Jika ada orang yang mencaci, maka katakan dalam hati, “Aku berpuasa”.
Itulah sunah-sunah puasa yang penting banget untuk dilaksanakan. Semoga tulisan tentang “Cara dan Panduan Puasa Ramadan Lengkap” bermenfaat.
Makruh-Makruhnya Puasa
Sekarang kita sudah sampai pada pembahasan makruhnya puasa. Arti makruhnya puasa adalah mendapat pahala bila ditinggalkan dan tidak berdosa jika lakukan. Pekerjaan makruh ini adalah pekerjaan yang dibenci oleh Syari’.
Adapun makruh-makruhnya pausa adalah sebagaimana berikut:
1. Mengunyah sesuatu dan tidak sedikitpun yang masuk ke dalam perut. Jika ada yang masuk ke dalam perut, maka batal.
2. Terlalu keras (mubalaghah) ketika berkumur dan menghirup air. Maka, ketika berkumur atau menghirup seyogyanya yang biasa saja. Sebab, jika terlalu keras lalu ada yang masuk ke dalam perut, maka batal puasanya.
3. Mencicipi makanan jika tidak tidak perlu. Jika memang perlu untuk mencicipi, seperti seorang ibu yang memasak, maka tidak makruh.
Hanya saja ketentuan ini jika tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam perut. Jika ada yang masuk ke dalam perut, maka batal puasanya.
4. Melakukan bekam. Bekam adalah mengeluarkan darah dengan cara dan alat tertentu.
5. Mengeluarkan air yang diminum ketika takjil berbuka puasa. Sehingga berkah puasanya hilang dari mulut.
6. Mandi dengan cara menceburkan diri ke dalam air walaupun mandi untuk menghilangkan hadas besar.
7. Bersiwak setelah tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur). Karena hal itu dapat menghilangkan bau mulut yang disebabkan puasa.
8. Terlau kenyang dan banyak tidur, serta larut dalam sesuatu yang tidak ada menfaatnya.
Itulah makruh-makruhnya puasa yang bisa penulis rangkum dalam “Cara dan Panduan Puasa Ramadan” ini.
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Selanjutnya, dalam “Cara dan Panduan Puasa Ramadan” ini akan dibahas tentang hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Sesuatu yang membatalkan puasa akan kami jelaskan satu persatu sebagaimana berikut:
1. Murtad (Keluar dari Islam)
Orang yang murtad ketika berpuasa, maka puasanya langsung batal. Walaupun kemurtadan itu sebentar.
2. Haid, Nifas, dan Melahirkan
Orang yang berpuasa lalu keluar darah haid, darah nifas, atau melahirkan, maka puasanya batal.
3. Gila Walaupun Sebentar
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, orang gila tidak wajib berpuasa. Nah, jika ada orang yang tidak gila, lalu dia berpuasa. Akan tetapi, saat dia berpuasa, dia gila. Maka puasanya batal. Walaupun masa gila itu sebentar.
4. Mabuk Atau Ayan
Perkara yang membatalkan puasa selanjutnya adalah hilang akal karena mabuk atau ayan.
Akan tetapi, hal ini jika hilangnya akal itu satu hari penuh. Jika sembuh walaun sebentar, maka puasanya sah. Ini adalah pendapat yang mu’tamad menurut Imam Ar-Ramli.
5. Sengaja Muntah
Juga dapat membatalkan puasa jika sengaja muntah. Misalnya, dia sengaja memasukkan jari-jari ke dalam mulut agar muntah.
6. Melakukan Hubungan Badan (Seks)
Sesuautu yang membatalkan puasa yang nomer lima adalah melakukan jima’ (berhubungan intim).
Jima’ dapat membatalkan puasa jika sengaja, mengetahui keharamannya, tidak terpaksa.
Karenanya, jika melakukan seks tanpa sengaja, maka puasanya tidak batal. Atau karena dipaksa (kalau tidak mau, maka bisa mati misalnya), maka puasanya tidak batal. Atau karena tidak tahu, maka puasanya juga tidak batal.
Namun, tidak tahu itu bisa ditoleransi jika dia baru masuk Islam atau jauh dari ulama. Jika dia sudah lama masuk Islam dan banyak ulama yang bisa menjawab pertanyaan, maka ketidak tahuan itu tidak bisa ditoleransi.
Orang yang melakukan hubungan badan saat berpuasa Ramadan ini memiliki ketentuan sendiri. Ada konsekuensi yang akan didapatkan olehnya. Insyaallah akan penulis jelaskan di artikel yang lain.
7. Keluar mani disebabkan menyentuh
Keluar mani disebabkan menyentuh seorang wanita, maka juga dapat membatalkan puasa. Sentuhan ini dibarengi dengan syahwat dan tanpa penghalang.
Jika keluar mani disebabkan melihat, berpikir, atau menyentuh tapi ada penghalang, maka tidak dapat membatalkan puasa.
Ketentuan ini jika menyentuhnya itu disengaja, tidak dipaksa, dan tahu akan keharamannya.
8. Masuknya Ain (Benda) ke Dalam Tubuh
Perkara yang membatalkan puasa selanjutnya adalah masuknya benda ke dalam tubuh dari lubang yang terbuka.
Maka, tidak batal puasa seseorang yang kemasukan angin dari mulutnya atau orang yang mencium harum-haruman, karena angin dan bau bukanlah ain (benda).
Tidak batal juga jika masuknya benda itu tidak lewat lubang yang tidak terbuka. Misalnya masuk lewat pori-pori.
Lubang yang terbuka dalam masalah ini seperti hidung, mulut, atau dua kemaluan.
Adapun kedua mata, bukan termasuk lubang yang terbuka. Oleh karenanya, tidak batal jika ada benda masuk lewat mata walaupun sampai ke dalam perut.
Menurut Imam al-Ghazali, telinga juga bukan lubang yang terbuka. Sehingga kemasukan sesuatu ke dalam telinga tidak dapat membatalkan puasa. Tapi, menurut Qaul Asah, masuknya benda ke dalam telinga dapat membatalkan puasa.
Masuknya benda ke dalam tubuh dapat membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja, tidak terpaksa, dan mengetahui keharamannya.
Lalu, apa batasan jauf (dalam tubuh) yang jika ada sesuatu masuk dapat membatalkan puasa? Batasannya sebagaimana berikut:
Batas hidung: rongga hidung sampai paling belakang masih dzohir (luar). Di belakang rongga hidung sudah jauf (bagian dalam). Jika ada benda masuk melebihi rongga hidung, maka puasanya batal.
Batas mulut: ruang mulut sampai daging kecil yang ada di tonggorkan adalah masih bagian luar. Sedangkan di belakang daging kecil itu sudah jauf (bagian dalam). Maka, batal puasa kita ketika benda masuk melebihi daging kecil tersebut.
Ada juga yang mengatakan, batas mulut ini sampai makhrajnya huruf Hah (ح).
Itulah sesuatu yang dapat membatalkan puasa dalam “Cara dan Panduan Puasa Ramadan” ini. Semoga bermenfaat!
Referensi:
1. Syarah al-Yaqut an-Nafis, Dar al-Minhaj, karya Sayid Muhammad bin Ahmad As-Syathiri.
2. I'anah at-Thalibin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, karya Syaikh Abu Bakar Syatha.
3. at-Tarirat as-Sadidah, Dar al-Ulum al-Islamiyah, Habib Zain bin Ibrahim Ibn Smith.
Posting Komentar