Cinta datang tanpa janji.
Tiba-tiba saja merasuk hati. Kita tidak tahu, kapan hati ini mulai bahagia saat
berjumpa dengannya. Kapan pula hati ini rindu saat lama tak jumpa. Tiba-tiba
saja dia menjadi salah satu kebahagiaan kita.
Apakah bisa cinta ini
dirubah menjadi cinta karena Allah? Cinta yang tulus. Cinta yang mengasihi
bukan menodai. Bisakah? Bisa saja. Karena sebenarnya, cinta itu fitrah manusia.
Menodai adalah jalan setan durjana.
Cinta
Tidak Bisa Dipaksakan
Rasulullah pernah
menggambarkan, cinta itu tidak bisa dikendalikan. Cinta sepenuhnya di tangan
Allah. Allah yang meberi cinta, Allah pulalah yang bisa mencabutnya.
Kata Rasulullah setelah
meng-qosam (membagi waktu untuk istri-istrinya dengan adil):
اللهم ! هذه قسمتي فيما أملك فلا تلمني فيما
تملك ولا أملك
“Ya Allah… ini bagianku
yang aku bisa (aku miliki). Maka jangan siksa aku dalam hal yang Kau miliki dan aku tidak memiliki (sehingga aku tidak bisa mengontrolnya).”
(HR. Imam at-Turmudzi)
Menurut Imam Turmudzi, sebagaimana
dikutip Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, yang dimaksud “aku tidak memiliki”
dalam hadis tersebut adalah cinta. Ya, cinta.
Rasulullah bisa membagi
waktu pada istri-istrinya dengan adil. Tapi, Rasulullah tidak bisa membagi
cinta dengan adil.
Ada salah satu dari istri
beliau yang sangat beliau cintai melebihi yang lain. Meski demikian, beliau
tidak menyakiti. Karena cinta Rasulullah adalah cinta karena Allah. Cinta
memang tidak bisa dibagi, tapi keadilan dalam perlakuan pasti bisa.
Itulah tentang cinta. Cinta
itu dari Allah. Oleh karenanya, kadang kita tidak sengaja mencintai. Padahal,
tidak mungkin memiliki.
Makanya benar, jika ada
orang bilang, cinta tidak bisa dipaksakan. Tidak bisa dipaksakan jatuh cinta.
Juga, tidak bisa dipaksakan tidak jatuh cinta.
Sedih ya… Tidak apa-apa.
Jika kita jatuh cinta karena Allah, kita bisa ikhlas kok. Insyaallah.
Tidak
Ada Cinta yang Lebih Dalam dari pada Cinta karena Pernikahan
Lalu, bagaimana jika kita
jatuh cinta? Ungkapkan saja. Menurut ulama fikih, mengungkapkan cinta itu
sunah. Kita mendapatkan pahala jika melakukannya. Tentu, bukan hanya ungkapan
semata.
Akan tetapi, cinta karena
Allah. Cinta yang diniati sampai ke pelaminan.
Sebab, kata Rasulullah,
cinta itu obatnya memang menikah. Hal ini pernah beliau sabdakan untuk dua
orang yang saling mencintai. Kata beliau:
لم
ير للمتحابين مثل التزوج
“Tidak dilihat (tidak ada
pandangan untuk obat) bagi orang yang saling mencintai (yang lebih manjur)
seperti sebuah pernikahan.” (HR. Imam al-Hakim)
Menurut Imam al-Munawi,
dalam kitabnya Fayd al-Qadir, hadis ini sebenarnya memiliki dua
pengertian.
Pertama, jika ada orang
yang saling mencintai, maka obat terampuhnya adalah menikah. Jika tidak
menikah, maka keduanya akan sama-sama tersakiti.
Jika mengikuti pengertian
ini, maka cintanya disebut cinta karena Allah. Cinta yang menikahi bukan
menodai. Apa lagi menjerumuskan pada kenestapaan abadi.
Kedua, pengertian hadis
tersebut adalah tidak ada ikatan cinta yang lebih mendalam dari pada ikatan
cinta karena pernikahan.
Artinya, sebesar apa pun
cinta kita pada kekasih, itu belum seberapa jika belum menikah. Sebesar apa pun
cinta kita pada kekasih, masih kalah besar pada cinta seorang suami pada
istrinya.
Atau jika kita mencintai
seseorang. Cinta itu luar biasa. Nah, ketika kita menikahinya nanti, cinta kita
lebih membesar lagi kepada wanita itu.
Ya, cinta dalam ikatan
pernikahan itu cinta karena Allah guys. Makanya kuat sekali. Selain ada ikatan
hati, juga ada ikatan iman. Cinta karena Allah, keren bukan?
Cinta
Tidak Boleh Melahirkan Dosa
Cinta karena Allah tidak
akan melahirkan dosa. Jika cinta itu malah membuat kita durhaka, maka cinta
kita sudah dikelabui setan durjana.
Oea, ada cerita bagus dari
salah satu sahabat Rasulullah tentang cinta. Cerita ini diriwayatkan oleh Imam
Baihaqi. Ceritanya begini:
Ada salah seorang sahabat
bernama Martsad. Dia memiliki tugas membawa tawanan muslimin dari Makkah ke
Madinah. Suatu malam, Martsad mendatangi Makkah. Dia ada janji dengan seseorang
untuk membawanya ke Madinah.
Rembulan begitu terang.
Martsad pun tampak berbayang-bayang.
Tak disangka, Martsad
bertemu dengan seorang perempuan. Namanya ‘Anaq. Perempuan itu kekasihnya di
zaman jahiliah.
Tanpa malu, ‘Anaq mengajak
Martsad bermalam di rumahnya. Tapi, Martsad tidak mau. Dia takut pada Allah.
“’Anaq… Sungguh Allah telah
mengharamkan zina!” kata Martsad beralasan.
Ya, jika Martsad masih
menyimpan cinta pada ‘Anaq, maka cintanya bisa disebut cinta karena Allah.
Karena cintanya bisa menjaganya dari perbuatan dosa.
Ketika
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
Cinta memang membuat
bahagia. Tapi, cinta juga bisa membuat kita meneteskan air mata. Yaitu, ketika
cinta kita tidak bersambut. Alias bertepuk sebelah tangan.
Hal ini memang sebuah
konsekuensi cinta. Tidak perlu terlalu kecewa. Sebagaimana cinta bisa datang
tanpa janji, seharusnya cinta juga bisa pergi sendiri. Bisakah? Bisa.
Insyaallah. Cinta kita kan cinta karena Allah?
Caranya? Kembalikan kepada
Allah. Jika cinta itu dari Allah, maka kembalikan kepada-Nya. Minta kepadanya,
agar luka di hati tidak terus menganga.
Sebenarnya, bukan hanya
kita yang pernah merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. Banyak orang yang
juga pernah merasakannya. Bahkan, rasa sakit yang mereka terima bisa lebih
sakit dari kita.
Bahkan, sahabat Rasululah
juga pernah merasakan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Itu sahabat
Rasulullah loh. Cerita ini diceritakan dalam Kitab Sahih Bukhari. Ceritanya
begini:
Ada sahabat Rasulullah yang
bernama Mughits. Dia seorang budak. Dia tampak mengejar-ngejar istrinya dari
belakang. Air matanya sambil bercucuran. Nama istrinya itu Barirah.
Namun, Barirah sama sekali
tidak mencintai Mughits. Bahkan dia sangat membencinya.
Rasulullah sempat bersabda
mengenai mereka berdua, “Wahai ‘Abbas, apakah kamu tidak takajub pada cinta
Mughits pada Barirah dan bencinya Barirah pada Mughits.”
Itulah salah satu cerita
cinta yang bertepuk sebelah tangan. Bikin kecewa. Bikin sakit hati. Dan
sterusnya. Tapi, santai saja. Allah yang membolak-balikkan hati kok. Kita minta
saja agar dia hilang dari hati kita. Hilang sehilang-hilangnya.
Bukankah cinta kita cinta
karena Allah?
Cinta
Bisa Membuat Kita Mati Syahid
Oea, cinta juga bisa
membuat kita mati syahid loh. Tentu, cinta yang ini istimewa. Syaratnya
cintanya harus cinta karena Allah. hehehe…
(Dari tadi kok cinta karena
Allah terus ya..? Maklumlah. Ada maksud tersendiri ya.)
Emang pengen mati syahid
karena cinta? Oke. Lanjutkan baca ya.
Begini, Syaikh Al-Jamal
dalam kitab fikihnya, Hasyiyah al-Jamal menjelaskan, diantara orang yang mati
syahid (dalam akhirat saja) adalah orang yang mati karena cinta (mâta ‘isyqân).
Emang ada orang mati karena
cinta? Ada dong!
Akan tetapi, mati syahid
karena cinta itu memiliki dua syarat. Yang pertama, iffah. Yakni,
cintanya tidak melahirkan dosa. Jadi, andai dia berduaan dengan kekasihnya, dia
tidak akan berbuat hal-hal yang tercela.
Nah, ini loh yang disebut
cinta karena Allah. Nggak macam-macam.
Baca juga:
Kedua, tidak diberitahukan
kepada siapapun. Termasuk kepada orang yang dicintainya. Maka, jika memenuhi
dua syarat tersebut, lalu mati, maka mati syahid.
Namun, hukum mengungkapkan
cinta itu sunah. Boleh milih. Diungkapkan atau dipendam agar mati syahid.
Nah, itulah penjelasan
cinta dalam Islam. Cinta karena Allah. Cinta yang medalam, tapi tidak membuat
kita tenggelam. Cinta karena Allah: Cinta suci yang tidak menodai. Semoga!
Posting Komentar