Ada dua fase dalam hidup ini
yang datang silih berganti; menderita dan bahagia. Kadang menderita, kadang
bahagia. Kadang Bahagia, kadang menderita. Begitu seterusnya.
Islam menawarkan konsep paripurna
untuk menghadapi keduanya. Yaitu, saat menderita, bersabar. Saat bahagia,
bersyukur. Konsep ini akan membuat seorang hamba tetap dekat dengan Allah.
Seperti apa pun kondisinya.
wallpapercace.com |
Terlepas dari konsep itu, manusia tetaplah manusia. Kadang mendekat kepada Allah, kadang lupa kepada Allah. Kadang sangat dekat saat menderita, tapi lupa ketika bahagia. Itulah yang terjadi pada seseorang yang bernama Tsa’labah bin Hathib. Karena perilakunya itulah, kemudian turunlah Surat at-Taubah ayat 75-77.
Doakan
Aku agar Menjadi Orang Kaya
Imam Ibnu Katsir menulis
dalam tafsirnya, ayat di atas memang turun menjawab masalah Tsa’labah bin
Hathib al-Anshari. Berikut ini ceritanya:
Kala itu, Tsa’labah sowan
kepada Rasulullah saw.. Di hadapan baginda, dia meminta agar didoakan menjadi
orang kaya. “Ya Rasulullah, doakan aku agar Allah memberiku harta,” kata
Tsa’labah.
Rasulullah tampaknya
keberatan dengan permintaan Tsa’labah. Bisa jadi Tsa’labah akan menjadi orang
durhaka ketika memiliki banyak harta. Kata Rasulullah kepada Tsa’labah:
“Celakalah dirimu wahai
Tsa’labah! Harta yang sedikit tapi kau syukuri itu lebih baik dari pada harta
banyak tapi kau tak mampu mensyukuri.”
Tsa’labah tidak putus asa.
Dia tetap ingin didoakan menjadi orang yang banyak harta. Rasulullah tetap
tidak mengiakan. Rasulullah malah mengatakan, “Apakah engkau tidak ingin
menjadi seperti nabi Allah. Andaikan aku mau, gunung-gunung itu bisa menjadi emas
dan perak.”
Tsa’labah masih bersikukuh
agar didoakan menjadi orang kaya. Kata Tsa’labah, “Demi Allah yang mengutusmu,
jika engkau mendoakan aku, lalu Allah memberiku banyak harta, aku akan
memberikan semua hak harta itu!”
Akhirnya, Rasulullah pun berdoa
sesuai permintaan Tsa’labah.
Waktu berlalu. Tsa’labah
benar-benar menjadi kaya. Kambing yang dia ternak berkembang luar biasa.
Bahkan, tempatnya di Madinah sudah tidak mencukupinya. Terpaksa dia membuat
kandang di sebuah tempat yang jauh dari Madinah.
Lambat laun, Tsa’labah
menjadi sibuk. Dia tidak bisa shalat berjemaah kecuali shalat Dzuhur dan
‘Ashar. Lama ke lamaan, dia tidak shalat berjemaah kecuali shalat Jumat. Dan
akhirnya dia pun tidak melaksanakan shalat Jum’at.
Ketika Rasulullah
mengetahui apa yang dilakukan Tsa’labah, beliau berucap, “Celaka Tsa’labah,
celaka Tsa’labah, celaka Tsa’labah!”
Bahkan, ketika Rasulullah
mengirim utusan agar mengambil zakat dari harta Tsa’labah itu, Tsa’labah tidak memberikan
sesuai arahan Rasulullah.
Penjelasan
Ayat
Ayat ini menjelaskan,
bahwa ada orang munafik yang berjanji kepada Allah. Isi janjinya, jika Allah
memberinya karunia, dia akan bersedekah dari karunia itu. Dia juga akan menjadi
orang yang salih (baik).
Akan tetapi, ketika Allah
benar-benar memberinya karunia, dia melupakan janjinya. Dia tidak bersedekah
bahkan menjadi orang yang durhaka.
Oleh sebab itu, lahirlah
kemunafikan dalam hati mereka. Kemunafikan itu tertanam dalam hati mereka
sampai mereka menjemput kematian.
Penyebab kemunafikan ini,
sebagaimana dalam tafsir al-Baidhawi, adalah ingkar janji dan berbohong.
Sebagaimana dalam hadis,
“Tanda munafik ada tiga; ketika berbicara dia berdusta, ketika berjanji dia
mengingkari, dan ketika dipercayai dia mengkhianati.”
Posting Komentar