Memasuki
bulan Rabiul Awal, umat Islam Indonesia ramai-ramai merayakan kelahiran
Rasulullah saw. Kegiatan ini juga disebut Maulid Nabi. Cara penyelenggaraannya
berbeda-berbeda. Tergantung adat-istiadat setempat.
Ada
yang menyelenggarakan Maulid Nabi dengan berkumpul bersama lalu membaca
salawat, ada yang dengan format pengajian, dan seterusnya.
Sumber: republika |
Akan
tetapi, ada sebagian orang yang tidak mau merayakan kelahiran Nabi Muhammad saw
ini. Bahkan, mereka menganggap Maulid Nabi adalah bid’ah dan sesat.
Hadis
yang mereka gunakan biasanya adalah:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الأُمُورِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ
كُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
"Kalian
takulah pada perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara-perkara
yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan
dalam neraka" (HR. Imam Turmdzi)
Tentu,
para ulama yang memperbolehkan Maulid Nabi bukan tidak tahu hadis ini. Sangat
tahu. Bahkan hafal. Akan tetapi, mereka tidak hanya membaca hadis ini. Mereka
juga membaca hadis lain, sehingga pengetahuan dan cara pandangnya luas.
Oleh
karenanya, penulis akan menguraikan beberapa dalil diperbolehkannya Maulid
Nabi. Bukan untuk bertengkar. Tapi, agar kita saling mengerti dan memahami.
Pula, tidak gampang menuduh orang lain ‘sesat’.
Setidaknya,
ada tiga dalil yang penulis ketahui.
Dalil ini penulis kaji beberapa tahun lalu. Saat mengikuti lomba ‘Menulis
Artikel Keislaman’. Dalil-dalil Maulid Nabi itu sebagaimana berikut:
Pertama, hadis yang diriwayatkan Imam Muslim. Suatu ketika Rasulullah
saw. ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab:
ذلك يوم ولدت فيه ويوم بعثت أو أنزل علي فيه
“ (Hari) itu adalah hari dimana aku dilahirkan
dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Imam Muslim)
Hadis
ini menceritakan, Rasulullah saw. berpuasa pada hari Senin. Alasannya karena
pada hari itu beliau dilahirkan, diutus, dan pada hari itu Alquran diturunkan.
Artinya, Rasulullah saw. merayakan hari kelahiran beliau.
Menurut
Syaikh Abul Hasan Ubaidillah, dalam kitabnya, Mir’âh al-Mafâtîh Syarh
Misykâh al-Mashâbîh, setiaknya ada tiga poin yang bisa disimpulkan dari
hadis di atas.
Pertama, zaman dan tempat bisa menjadi mulia karena peristiwa yang
terjadi di dalamnya. Kedua, menunjukkan disunahkannya berpuasa pada hari
senin. Ketiga, menunjukkan keharusan kita untuk memuliakan hari yang
pada hari itu Allah swt. memberikan nikmat pada hamba-Nya. Cara memuliakannya dengan
berpuasa dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Oleh
karenanya, umat Islam harus memuliakan hari kelahiran Rasulullah. Karena
Rasulullah adalah nikmat terbesar bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat
dunia.
Imam
Suyuthi juga ikut berkomentar dalam kitab al-Hâwî Li al-Fatâwâ mengenai
hadis di atas. Menurut beliau, kita memang seharusnya memuliakan hari kelahiran
Rasulullah. Juga bulan kelahiran Rasulullah. Pemuliaan ini sebagai bentuk ittiba’
(ikut) pada Rasulullah saw..
Sebab,
Rasulullah menghususkan hari Senin untuk menambah dan memperbanyak amal baik
(berpuasa). Beliau berpuasa pada hari Senin karena pada hari itu beliau
dilahirkan. Memuliakan hari kelahirannya, berarti juga memuliakan bulan
kelahirannya.
Kedua, Dalam riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah saw. pernah melakukan akikah
untuk diri belaiu sendiri. Akikah ini dilakukan setelah kenabian. Padahal,
kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib sudah malakukan akikah untuk beliau
pada hari ketujuh dari kelahiran beliau.
Pertanyaannya,
kenapa Rasulullah saw. masih berakikah untuk diri beliau, padahal akikah itu
cukup satu kali?
Imam
Suyuthi mencoba menjawab pertanyaan itu. Menurut beliau, Rasulullah saw.
berakikah yang kedua untuk bersyukur kepada Allah. Karena Allah sudah
menjadikan diri beliau sebagai rahmat lil alamain. Rahmat untuk segenap
alam.
Pula,
sebagai tasyri’ (mensyari’atkan) pada umatnya. Maka, Imam Suyuthi
mengatakan, sunah bagi kita menampakkan syukur atas lahirnya baginda Nabi
Muhammad saw..
Hal ini
bisa dilakukan dengan berkumpul bersama, menyedekahkan makanan, dan
ibadah-ibadah lain.
Ketiga, Maulid Nabi sangat erat sekali dengan pembacaan salawat. Setiap
ada Maulid Nabi, dapastikan ada pembacaan salawat. Tentu, membaca salawat
kepada Rasulullah sangat dianjurkan.
Rasulullah
bersabda,
من صلي علي صلاة صلى الله عليه بها عشرا
“Barang
siapa yang bersalawat kepadaku satu kali, Allah akan bersalawat kepadanya
sepuluh kahli.” (HR. Imam Muslim)
Allah
swt. juga berfirman dalam Al-Qur’an,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ
عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Imam
Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya, maksud ayat ini adalah Allah mengabarkan
bahwa Dia memuji Nabi Muhammad saw., para malaikat bersalawat kepada beliau.
Maka, Allah memerintah pada penduduk bumi untuk bersalawat dan mengucapkan
salam pada Nabi Muhammad saw..
Salawat
dari Allah untuk Nabi Muhammad adalah rahmat, dari malaikat adalah istighfar.
Sedangkan salawat dari manusia adalah doa.
Alakullihal, tidak mau merayakan Maulid Nabi silahkan. Menyesatkan orang
yang merayakan Maulid Nabi itu jangan. Karena perayaan Maulid Nabi itu ada
dalilnya. Nabi Muhammad merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa, kita
dengan Maulidan bersama atau dengan ibadah lainnya. SALAM!
Posting Komentar