“Agama itu bukan
berlandasan perkataan ulama, tapi dalil (Hadis dan Alquran)”
Begitulah kalimatnya
kurang lebih. Kalimat itu terlontar dari salah satu anggota grup WA. Entah apa
nama groupnya. Saya lupa. Tapi yang jelas, group keislaman.
Waktu itu ada perdebatan
di antara anggota group mengenai Maulid Nabi. Ada yang setuju, ada yang tidak
setuju. Yang tidak setuju berlandasan, karena Maulid Nabi tak pernah dilakukan
oleh Rasulullah atau para sahabat.
Sumber foto: pixabay.com |
Lalu, ada sebagian yang
menampilkan perkataan ulama, Maulid Nabi itu boleh. Maka, terlontarlah kalimat
di atas.
Jika kita pikir, kalimat
di atas sepertinya mirip dengan jargon, “Kembali pada Alquran dan Assunnah”.
Jadi, orang-orang yang berpikiran seperti ini tidak mau pada pendapat ulama. Dia
ingin langsung berlandasan pada Alquran dan Sunnah/Hadis.
Mengenai hal ini, saya
cuma mengajak berpikir dengan jernih. Tidak mau berdebat. Sesekali kita bahas
masalah landasan atau pijakan dalam (hukum) Islam.
Alquran
dan Hadis Sampai Pada Kita Itu karena Jasa Ulama
Pertama, saya ingin
bertanya, siapa yang menjaga Alquran dan Assunnah sehingga sampai pada kita?
Jawabannya adalah ulama.
Ulamalah yang menghafal Alquran lalu menularkannya pada murid-muridnya. Dari
muridnya ditransfer lagi ke muridnya. Begitu seterusnya. Sehingga sampai pada
kita.
Selain dihafal, Alquran
juga ditulis. Siapa yang menulis? Pasti tidak terlepas dari peran Ulama. Di
Indonesia saja, Alquran yang beredar harus mendapat tanda tangan dari Kemenag.
Begitu juga dengan
Assunnah. Hadis-hadis Rasulullah itu sampai pada kita karena Ulama. Sebut saja
kitab hadis kecil yang bernama Bulughul Maram. Kitab itu yang mengarang adalah
Ulama. Namanya Ibnu Hajar al-Asqalani. Ulama yang mengikuti pendapat Imam Syafi’i.
Sudah
Sehebat Apa Kok Tidak Mau pada Pendapat Ulama?
Pertanyaan yang kedua,
kita ini sudah sehebat apa? Sehingga berani bilang, kembali pada Alquran dan Assunnah
tanpa ikut pada pendapat Ulama?
Menggali hukum dari
Alquran dan Hadis itu tidak mudah guys. Hafalan ayatnya bagaimana,
hafalan hadisnya seperti apa, bahasa Arab, Balaghah, Asababun Nuzul, Nasikh-Mansukh,
dan seterusnya bagaimana? Sudah handal?
Imam As-Suyuthi saja yang
karya bukunya diperkirakan sampai 561 kitab/buku, masih ikut pendapat Imam
Syafi’i. Apa lagi kita yang hanya hafal hadis Innamal A’malu Binniyat. Ditambah
lagi, mau menterjemah sebuah hadis atau ayat saja kita tidak bisa.
Pendapat
Ulama Itu Berlandasan Alquran dan Assunnah
Jargon “Kembali pada
Alquran dan Sunnah” ini mengesankan menghadap-hapakan Alquran-Sunnah dan
pendapat ulama.
Padahal, pendapat ulama
itu berlandasan Alquran dan Sunnah. Pendapat Imam Syafi’i, ya berlandasan
Alquran dan Sunnah. Begeitu juga ulama-ulama lain.
Perlu diketahui, dalam
Islam landasan dan sumber hukum yang disepakati ulama itu ada empat. Yaitu,
Alquran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas.
Jadi, orang awam seperti
saya ini ya cukup ikut pendapat ulama. Tidak usah ikut-ikutan jargon “Kembali
pada Alquran dan Sunnah” tapi meninggalkan pendapat ulama.
Baca juga:
Kembali pada Alquran dan
Sunnah, tapi tidak mau pada pendapat Ulama bisa bikin kita sesat. Kita akan
memahami Alquran dan Sunnah dengan salah. Atay salah faham pada Alquran dan Sunnah. Apa lagi, ketika kita tidak memiliki
modal yang cukup.
Sekali lagi, bagi kita
yang awam, cukup ikut pendapat ulama yang muktabar. Ulama yang
benar-benar ulama. Sebab, pendapat Ulama pasti berlandasan Alquran dan Hadis. Salam!
Posting Komentar