Beberapa hari yang lalu
saya membaca sebuah artikel. Tentang kesehatan diri. Juga tentang hati. Artikel
itu ditulis dalam sebuah blog pribadi. Milik Mbak Dewi. Berjudul “Writing For Healing, Connecting To Your
Inner Wisdom”.
Ada satu bagian tulisan yang membuat saya tertegun.
Diam sejenak. Memikirkan diri sendiri. Memikirkan apa yang telah saya lakukan
pada diri saya selama ini.
Bahwa, selama ini kita
jarang berkomunikasi dengan diri kita sendiri. Kita jarang berdialog dengan
diri kita. Disebabkan lebih sibuk memikirkan dunia sekitar. Lebih tertarik pada
hingar-bingar.
Padahal, berdialog dengan
diri sendiri itu penting. Penting banget. Agar kita lebih terhubung dengan inner
voice kita. Dengan kata hati kita. Sehingga intuisi kita menjadi tajam. Dan
Inner wisdom (kebijaksanaan batin) akan menjadi pemandu hidup kita.
Saya jadi teringat beberapa
bacaan yang pernah saya baca. Tapi sudah remang-remang. Ingat-ingat lupa.
Hehehe… Saya buka lagi. Saya baca lagi.
Begini, pada suatu ketika
sahabat Wabishah datang kepada Rasulullah. Sahabat Wabishah bertanya tentang birr
(kebaikan). Rasulullah menjawab:
استفت قلبك …..
Artinya: Tanya hatimu!
. . . . . .
Hadis ini diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan ulama lain. Dengan varian teksnya. Menurut Imam Nawawi
dalam Riyad as-Shalihin, hadis ini berstatus hasan.
Kalimat itu diulangi tiga
kali oleh Rasulullah saw..
Dalam hadis ini, sahabat
Wabishah diperintah untuk bertanya pada hati. Berkomunikasi dengan hati. Tentu
pula, agar mengikuti kata hati.
Kenapa harus mengikuti
kata hati? Karena hati memiliki syu’ur (naluri/rasa) yang bisa
mengetahui sesuatu itu berakhir terpuji atau tercela. Gampangnya, hati bisa
merasa sesuatu itu baik atau tidak baik.
Namun demikian, Imam
Al-Ghazali mengatakan yang dikutip Imam al-Munawi dalam Fayd al-Qadir, bahwa
hadis di atas khusus untuk sahabat Wabishah. Tidak untuk yang lain. Masalahnya
juga tertentu sesuai pertanyaan.
Ada ulama lain yang
berbeda pendapat. Hadis di atas bukan hanya untuk sahabat Wabishah. Bisa untuk
siapa saja. Asalkan hatinya yakin. Orang yang hatinya dibuka sehingga memiliki
keyakinan, maka ikutilah kata hatinya. Jangan ikuti kata orang yang hanya
menila dari luar.
Akan tetapi, jika
berhubungan dengan agama, maka kita tetap berkewajiban mengikuti dalil yang
jelas. Dalil Alquran dan Hadis. Walaupun hati tidak menyukainya.
Sebab, hati tidak suka
mungkin karena tidak tahu hikmah ajaran Islam. Atau mungkin karena hati sudah
dikalahkan oleh nafsu setan.
Makanya, ada obat hati.
Agar hati selalu jernih. Selalu memiliki syu’ur (naluri/rasa) yang bisa membedakan
yang baik dan tidak.
Obat hati sebagaimana
dalam lagu pujian sebelum sholat fardu itu. Banyaknya ada lima. Masak gak
hafal? Wkwkwk
Jadi, sepertinya memang
penting, saat kita sendiri, kita berkomunikasi dengan hati ini. Kedepannya
ingin apa? Ingin bagaimana? Apa yang sudah dilakukan selama ini? Apa yang perlu
diperbaiki?
Selamat mencoba! Salam,
sahabatmu.
Posting Komentar