Pernah berfirasat tidak
enak? Atau berfirasat negatif/postif pada seseorang? Jika pernah, apakah firasat
itu menjadi kenyataan?
Lalu, bagaimanakah firasat
itu menurut Islam? Apakah firasat dalam Islam bisa dibenarkan?
Nah, tulisan ini akan
mengupas sedikit tentang firasat. Tulisan ini atas permintaan seorang sahabat.
Hadis
Firasat
Apakah ada hadis tentang Firasat?
Ada. Bahkan banyak. Hal ini menandakan ada pembahasan firasat dalam Islam. Seperti hadis-hadis mengenai firasat Sayidina Umar mengenai
sebuah hukum. Lalu Allah mewahyukan hukum itu kepada Nabi Muhammad saw..
Diantara hadis Firasat
itu sebagaimana berikut:
اتقوا فِرَاسَة المؤمن فإنه ينظر بنور الله
“Takutlah kalian pada firasat
orang yang beriman. Karena dia melihat dengan cahaya Allah”
(HR. Imam Bukhari)
Arti
Firasat
Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani menulis, firasat itu bagian dari Ilham. Sedangkan Ilham termasuk
salah satu wahyu kepada para nabi.
Namun beliau mengatakan,
tidak ada dalil yang menyatakan firasat sama dengan mimpi. Dalam banyak hadis,
mimpi disebutkan termasuk dari kenabian.
Menurut sebagian ulama,
mimpi memang berbeda dengan firasat/ilham. Mimpi memiliki kaidah baku dan
takwil yang berbeda.
Ilham hanya dimiliki orang
tertentu dan tidak ada kaidah yang bisa membedakan antara firasat yang dari
setan dan firasat dari Allah[1].
Adapun Imam ‘Ali Al-Qari
merinci satu persatu arti firasat, arti ilham, dan arti wahyu.
Arti wahyu:
Firman Allah yang disampaikan pada hati para nabi melalui malaikat Jibril.
Arti Ilham:
Pengetahuan yang benar tentang sesuatu yang ghaib yang dimasukkan ke dalam hati
seorang hamba oleh Allah swt..
Arti Firasat: pengetahuan
tentang sesuatu yang ghabi dengan pelantara melihat tanda-tanda pada sebuah
objek.
Dari sini bisa dibedakan
antara ilham dan firasat. Ilham tidak menggunakan pelantara, sedangkan firasat
menggunakan pelantara. Tapi, keduanya sama-sama khatir al-qalb (sesuatu
yang terbesit dalam hati)[2].
Selain pengertian di atas,
masih banyak lagi pengertian firasat dari para ulama. Penulis rinci di bawah
ini:
Menurut Imam Qusyairi:
arti firasat adalah kata hati yang lahir dari kekuatan iman yang menghujam ke
dalam hati[3].
Menurut Imam Raghib: arti
firasat adalah Istidlal (menilai) karakter, keutamaan dan kejelekan seseorang
dengan melihat bentuk tubuh, warna kulit, dan perkataannya[4].
Pengertian dari Imam
Raghib ini mirip dengan ilmu psikologi. Pengertian ini juga menjadi konsentrasi
Imam ar-Razi dalam kitabnya, “Al-Firasah” ketika membahas firasat.
Menurut Imam Al-Munawi: arti
firasat adalah mengetahui isi hati[5]. Itulah arti firasat menurut pendapat ulama tentang firasat dalam Islam.
Apakah
firasat bisa menjadi kenyataan?
Apakah firasat bisa
menjadi kenyataan? Atau sesuai dengan yang dengan kenyataan? Misalnya kita
berfirasat bahwa “A” baik, apakah “A” memang baik? Dan apakah firasat dalam Islam dapat dibenarkan?
Begini, firasat itu bisa
benar bisa salah. Karena firasat itu bagian dari khathir (kata hati).
Kata hati ada yang dari Allah, ada yang dari setan, ada juga yang dari diri
sendiri (nasfu). Oleh karenanya, firasat tidak bisa dipastikan benar.
Menurut Imam Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, ciri-ciri kata hati yang benar adalah tetap dan teguh. Tidak
mencla-mencle. Tidak gonjang-ganjing. Mungkin bisa dibahasakan dengan yakin.
Sangat yakin.
Sedangkan kata hati yang
dari setan tidak teguh serta gonjang-ganjing. Bisa dibahasakan dengan
keragu-raguan[6].
Memang, dalam sebuah
hadis, kita diperintah mengikuti hati. Seperti hadis, Dak ma yaribuk ila
mala yaribuk. Tinggalkan yang meragukan, ambil yang tidak meragukan.
Atau hadis, istafti
qalbak. Tanya hatimu!
Bolehkah
mengaku punya firasat?
Di atas sudah dijelaskan,
firasat bisa benar bisa tidak. Bisa dari setan, bisa dari Allah. Oleh
karenanya, Imam Abu Hafsh mengatakan, siapa pun tidak boleh mengaku punya firasat.
Karena dalam hadis
Rasulullah itu, kita diperintah untuk takut pada firasat orang mukmin, bukan
mengaku memiliki firasat[7].
Ya, cukup firasat kita ada
dalam hati kita. Gak usah diungkapkan. Gimana kalau dijadikan salah satu
pertimbangan mengambil keputusan untuk diri sendiri? Monggo!
Bagaimana
caranya agar memiliki firasat yang benar?
Jangan bermaksiat! Ya,
cara memiliki firasat yang benar adalah jangan bermaksiat!. Taat kepada Allah akan membuat firasat benar menurut Islam.
Syaikh Syah al-Karmani,
salah satu ulama yang memiliki firasat yang sangat tajam pernah mengatakan:
“Barangsiapa yang
memejamkan mata (tidak melihat perkara yang diharamkan), menahan syahwatnya,
selalu intropeksi, selalu ikut sunah nabi, dan membiasakan makan yang halal,
maka firasatnya tidak akan keliru[8]”
Baca juga:
Semakin seseorang itu taat
kepada Allah, maka semakin tajam firasatnya. Semakin tidak tiaat, maka semakin
melemah.
***
Begitulah, tulisan saya
tentang firasat dalam Islam. Yang paling penting adalah kita mesti pasrahkan semuanya
kepada Allah. Bertawakkal kepada Allah, bukan kepada firasat.
Baca juga:
Karena hanya Allah yang
Maha Tahu. Hanya Allah yang tahu masa depan. Hanya Allah yang tahu isi hati
seseorang. Pokoknya hanya Allah yang tahu hal-hal yang ghaib. Waspada sih
boleh.
Kapan-kapan –Insyaallah-
akan saya tulis maksud hadis, “Takutlah pada firasat orang mu’min!”. Hadis ini berbicara tentang firasat dalam Islam.
Oea, kemaren-kemaren saya
berfirasat, kamu itu suka ke saya.. Setelah baca tulisan ini, gak jadi
berfirasat deh. takut dosa. Eh, takut salah…. (+_+) SALAM, SAHABATMU!
[1]
Fath al-Bari, (12/388), Dar al-Fikr.
[2]
Mirqat al-Mafatih, (2/90), Mauqi al-Misykah al-Islamiyah.
[3]
Bariqah Mahmudiyah, (4/320), Mauqi al-Islam.
[4]
Ibid
[6] Fath
al-Bari, (12/388), Dar al-Fikr.
[7]
Bariqah Mahmudiyah, (4/320), Mauqi al-Islam.
[8]
Ibid
Posting Komentar