Khadijah:
Ya,
Khadijah. Perempuan mulia yang menjadi rebutan para lelaki negerinya. Putri Khuwailid
itu memiliki banyak kelebihan; paras yang jelita, gelimang harta, dan nasab
mulia.
Ia
juga iffah. Menjaga diri dari perbuatan tercela. Karenanya, para tetangga dan
masyarakat menjulukinya at-Thahirah. Perempuan suci. Ya, perempuan suci.
Maka
tak heran jika banyak laki-laki yang meminangnya. Bukan laki-laki biasa, tapi
mereka yang memiliki kehormatan dalam sosialnya. Khadijah tidak menerimanya. Dia
tolak semua lamaran itu.
Muhammad:
Anak
muda yang sangat harum namanya. Semua orang sepakat, dia pemuda baik.
Keperibadiannya begitu elok. Jujur dan sangat dipercaya. Kemudian, orang
seantero Makkah menjulukinya al-Amin.
Muhammad
terlahir yatim. Ayahnya meninngal sejak ia dalam kandungan. Ia dirawat oleh
kakek, lalu oleh paman tercintanya, Abu Thalib.
Sejak
kecil sudah terbiasa susah. Sudah terbiasa mencari rezeki. Mulai dari
mengembala kambing sampai berdagang.
Nasab
pemuda itu juga tak diragukan kemuliaannya. Dari ayah-ibu sampai ke atas.
Semuanya orang mulia, terhormat dan dihormati kaumnya.
Nafisah
putri Munyah, Dialah Mak Comblangnya:
Perempuan
ini sahabat Khadijah. Sahabat sejati yang tidak pamrih. Dia juga yang menjadi Mak
Comblang antara Khadijah dan Muhammad muda.
Ceritanya,
Khadijah terikat kerjasama bisnis dengan Muhammad. Muhammad memperdagangkan
harta Khadijah dengan gaji berlipat. Muhammad ditemani pembantu laki-laki Khadijah,
namanya Maysaroh.
Sepulang
Muhammad dari tempat berdagang nan jauh, Khadijah untung besar. Ditambah cerita
Maysaroh tentang Muhammad.
Mulai
dari akhlak dan keperibadian Muahmmad, tegur-sapanya dengan seorang pendeta,
sampai naungan yang menyertai Muhammad saat mentari sedang panas-panasnya.
Khadijah
kagum. Ada rasa bergejolak dalam hatinya. Isi hati itu Khadijah ceritakan
kepada sahabatnya, Nafisah. Lalu Nafisah dikirimkannya untuk mencari tahu
perasaan Muhammad.
Nafisah
berangkat. Semangatnya sungguh dahsyat. Untuk sahabatnya yang lagi kasmaran
berat.
“Muhammad…
Kamu kok belum nikah?” pertanyaan pertama Nafisah setelah bertemu dengan Muhammad.
“Aku
belum ada biaya,” jawab anak muda itu.
“Kalau
misalnya, ada perempuan cantik jelita, mulai, memiliki banyak harta, dan cocok
dengan kamu, kamu mau? Tentunya juga tidak usah memikirkan biaya nikah.”
“Ah,
memang siapa?” tanya Muhammad.
“Khadijah,”
Nafisah menyebut nama terkenal itu.
“Loh,
bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa melangkah sejauh itu?”
“Serahkan
semuanya padaku!” Nafisah bertanggung jawab.
Nafisah
pulang dan mendatangi Khadijah. Ia ceritakan semua pembicaraannya dengan
Muhammad. Khadijah menentukan tanggal lamaran. Ia kirim pada keluarga Muhammad.
Ia juga mengirim kabar pada pamannya untuk menikahkannya dengan kekasih
tercinta.
Cinta dan Pengorbanan:
Sayidah
Khadijah tidak hanya mencinta, tapi juga berkorban. Dia bukan hanya istri, tapi
the best partner dakwah.
Baca juga:
Setelah
Nabi Muhammad SAW. diutus menjadi Rasulu, Sayidah Khadijah penolong sejati
beliau. Saydiah Khadijah korbankan jiwa, harta, dan umurnya untuk dakwah
Rasulullah.
Saat
Rasulullah susah, Sayidah Khadijah yang menghiburnya. Saat orang Quraisy ingin
menyakiti beliau, Sayidah Khadijah yang melindunginya. Saat Rasulullah rapuh, Sayidah
Khadijah yang menyemangatinya.
Maka,
cinta yang mekar dalam hati Rasulullah, menancap dan mendarah daging. Tak ada
satu pun wanita yang bisa menggantikan Sayidah Kahdijah di hati Rasulullah. Meski
Sayidah Khadijah sudah terdekap tanah.
Sudah
menjadi kebiasaan Rasulullah memberikan hadiah kepada teman-teman Sayidah
Khadijah. Misalnya beliau menyembelih kambing, maka sebagian dagingnya beliau
kirim untuk sahabat Sayidah Khadijah.
Suaut
ketika Sayidah ‘Aisyah protes. Khadijah lagi Khadijah lagi, katanya. Rasulullah
marah. Maka beliau ungkapkan rasa cintanya, “Sungguh, aku mencintainya (Sayidah
Khadijah)!”
Baca juga:
Pada
kesempatan yang lain, Rasululullan terang-terangan mengatakan, tidak mungkin
ada perempuan lain yang bisa menggantikan Sayidah Khadijah.
Kata
beliau:
“Tidak!
Demi Allah, Allah tidak pernah menggantinya dengan perempuan lain yang lebih
baik darinya.
Dia
mengimaniku saat orang-orang mengkufuriku. Dia mempercayaiku saat orang-orang
mendustakanku.
Dia
korbankan hartanya untukku saat orang-orang tidak mau membantuku.
Allah
merezkikan putra-putri untukku darinya saat wanita-wanita tidak bisa
memberikanku keturunan.”
Nafisah….
Sungguh kau telah menyatukan dua insan yang luar biasa. Dua insan yang menjadi teladan dalam membina keluarga dan rumah tangga.
Dalam
catatan sejarah dijelaskan, Nafisah beriman dan masuk Islam pada tahun Fathu Makkah.
Ia masuk Islam bersama saudara laki-laki dan ayahnya.
Nafisah
adalah putri dari Umayyah bin Abi Ubaid. Ibunya bernama Mun’yah. Saudara laki-lakinya
bernama Ya’la. Ya’la ikut serta dalam
perang bersama Rasulullah dalam perang Thaif, Hunain dan Tabuk. Salam!
Hai…
apakah aku harus mengirim kupu-kupu untuk menanyakan perasaanmu? (^_^)
Referensi:
·
Thabaqat al-Kubrah,
karya Ibnu Sa’ad.
·
Ar-Rahiq al-Mahtum,
karya Al-Mubrakfuri
·
Al-Ishabah fi
Tamyiz as-Shahabah, karya Ibnu Hajar al-‘Asqalani
·
Shohih Muslim
·
Mu’jam Kabir Li
Thabrani
Posting Komentar