يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا (171) [النساء: 171[
__________________________________
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ
Wahai Ahli Kitab..
Dalam ayat ini,
Allah memanggil dengan kalimat ‘wahai ahli kitab’. Wahai orang-orang yang
pintar tentang kitab. Orang-orang yang ahli, yang memiliki pemahaman mendalam
tentang kitab.
Yang dimaksud
dalam panggilan ini adalah orang-orang nasrani. Berarti mereka yang sangat
memahami kitab Injil. Orang-orang Yahudi juga bisa termasuk dalam panggilan
ini. Berarti mereka yang faham kitab Taurat.
Sumber Foto: https://www.fimela.com |
Di sini, Allah tidak memanggil mereka dengan kata kafir ya. Hehehe. Ah, sudahlah!
Akan tetapi,
meski Allah memanggil orang Nasrani dan Yahudi dengan kalimat ‘Wahai Ahli Kitab’,
justru panggilan ini sindiran keras untuk mereka.
Kata Sayyid Thontowi,
panggilan ‘Wahai Ahli Kitab’ kepada ulama Nasrani dan Yahudi itu sindirian. Kok
bisa? Iya, karena mereka malah menyalahi kitab Injil dan Taurat.
Andai mereka benar-benar
taat kepada kitab mereka, tentu mereka akan beriman kepada Nabi Muhammad saw..
Mereka akan mengakui Allah sebagai tuhan mereka, Nabi Muhammad sebagai
utusan-Nya.
Artinya,
sebenarnya mereka bukan ahli kitab. Buktinya, perilaku mereka tidak sama dengan
isi kitab. Lalu, Allah memanggil mereka ‘Wahai Ahli Kitab’ sebagai sindiran.
Sama seperti
orang yang tidak begitu cantik, lalu dipanggil ‘wahai wanita yang cantik’. Atau
orang yang tidak terlalu gagah, lalu dipanggil ‘Hai orang yang gagah’. Niat amat
nyindirnya.
***
لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ
…. janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Jangan kalian
melampaui batas dalam agama kalian! Ya, ini larangan Allah kepada Nasrani dan
Yahudi agar beragama yang sedang-sedang saja. Beragama sesuai yang diwahyukan
Allah kepada para nabi-Nya.
Hal ini
dikarenakan, orang Yahudi menganggap Sayyidah Maryam telah berzina. Mereka juga
tidak beriman kepad Nabi Isa Al-Masih.
Sedangkan orang
Nasrani mengganggap Nabi Isa sebagai tuhan atau anak tuhan. Anggapan mereka ini
melampaui batas dalam beragama. Karena tidak diajarkan oleh para nabi.
Ayat ini juga
melarang, jangan sembarangan menuduh Allah. Katakanlah tentang Allah itu yang
benar. Sesuai yang diajarkan para nabi. Masak Allah dikatakan punya anak? Ini tidak
benar.
***
إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ
Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.
Al-Masih Isa
putra Maryam itu hanya utusan Allah. Beliau manusia biasa. Sama dengan orang
Yahudi, Nasrani, dan kita semua. Jadi, jangan menganggapnya tuhan atau anak
tuhan.
Bukankah Al-Masih
Isa tidak punya bapak? Nah, itulah kekuasaan Allah. Allah bisa menciptakan
manusia meski tidak melalui prosedur yang biasa. Misalnya, harus ada ibu dan
bapak.
Al-Masih Isa itu
seperti Nabi Adam. Nabi Adam tidak punya bapak kan? Bahkan juga tidak punya
ibu. Apa kita menganggap Nabi Adam Tuhan?
Al-Masih Isa itu
diciptakan dengan kalimat ‘Kun’. Jadilah, maka jadilah Nabi Isa meski tanpa
melalaui adanya bapak. Kalimat ‘Kun’ ini disampaikan kepada Maryam melalui
Malaikat Jibril.
Lalu Malaikat Jibril
meniupkan ruh kepada Maryam lewat leher baju. Tiupan Malaikat Jibril ini
diungkapkan oleh Al-Quran dengan kata ‘Ruhun Minhu’. Ruh dari Allah. Maka
jadilah Nabi Isal Al-Masih Alaihissalam.
Ketika Malaikat
Jibril menyampaikan kepada Sayyidah Maryam, bahwa beliau akan punya anak, beliau
menyangkal. Mana mungkin beliau punya anak? Beliau tidak pernah tersentuh oleh
laki-laki.
Dalam Surat
Maryam, Sayyidah Maryam berucap:
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa
mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun." (QS. Ali Imran: 47)
Sayyidah Maryam mempertanyakan
kenapa beliau bisa hamil, padahal tidak pernah tersentuh oleh laki-laki mana
pun.
Sayyidah Maryam
mempertanyakan kehamilannya bukan berarti beliau tidak percaya kepada kekuasaan
Allah. Beliau bertanya demikian karena ingin mengetahui bagaimana caranya beliau
bisa hamil, padahal beliau belum bersuami.
Boleh juga
diartikan, pertanyaan Sayyidah Maryam tentang kehamilannya sebagai pertanyaan ta’ajjub.
Pertanyaan dikarenkan kagum yang luar biasa kepad kekuasaan Allah.
Begitu juga, bukan
berarti Sayyidah Maryam tidak menerima beliau hamil tanpa adanya suami.
Bahkan,
kata Imam ar-Razi, Sayyidah Maryam kala itu sangat pasrah kepada kekuasaan
Allah.
Buktinya Sayyidah
Maryam mengatakan, ‘Ya Tuhanku…’. Ini bukti kepasrahan Sayyidah Maryam kepada
Allah swt..
Ketika Sayyidah Maryam
menyangkal akan kehamilannya yang tanpa tersentuh laki-laki, Malaikat Jibril menyampaikan
firman Allah swt:
كَذلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ ما يَشاءُ إِذا قَضى أَمْراً فَإِنَّما يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Demikianlah
Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak
menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
"Jadilah", lalu jadilah dia. (QS. Ali Imran: 47)
***
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu.
Ketika kalian
(Yahudi dan Nasrani) tahu bahwa Isa Al-Masih itu hanya utusan Allah, bukan
tuhan, maka berimanlah kepada Allah dan rasulu-rasulnya. Tidak boleh lagi
mengatakan tuhan itu tiga. Hal demikian tentu akan lebih baik.
***
إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.
Allah itu mahaesa. Tidak ada sekutu
baginya. Tidak berbilang. Tidak terdiri dari beberapa komponen. Dia satu. Allah
subhanahu wa taa’la.
Dia maha suci dari tuduhan
orang-orang Nasrani bahwa Allah punya anak. Maha Suci Allah dari tuduhan mereka
bahwa Allah beristri lalu punya anak. Allah tidak seperti itu.
Bagi Allah apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. Sebagai tempat
kita berpasrah diri.
Seorang anak itu dibutuhkan oleh
bapak agar membantunya dalam kehidupan. Jika bapak meninggal dunia, maka
anaklah yang akan menggantikannya. Sedangkan Allah, tidak butuh semua itu.
Allah pemilik segalanya. Allah pemilik jagad raya ini.
Wallahu A’lamu
Bis Showab..
Referensi:
Tafsir Imam ar-Razi
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Adwa’ul Bayan
Tafsir al-Wasith Li Sayyid Thonthowi
Tafsir Syaikh Al-Maraghi
Posting Komentar