Pernah
nggak sih, kamu mencintai seseorang dengan secinta-cintanya? Cinta itu dalam
banget. Ingin selalu bersamanya. Ingin selalu melihatnya. Jika sehari saja
tidak berjumpa, rindunya tiada tara. Pernah?
Saking
cintanya, kamu merasa di dunia ini tidak ada yang berharga lagi selain dia.
Sekolah nggak penting. Pelajaran di kelas nggak jadi prioritas. Bahkan, kamu
ingin melakukan apa saja untuknya. Walaupun bertentangan dengan nurani dan akal
sehat.
Nah,
itu tanda kamu terlalu cinta. Cintamu over. Kalau saya baca di
media-media online, terlalu cinta itu malah bahaya. Nggak bagus untuk
kesehatan. Eh, kok kayak bahasa dokter sih.
Sayidina Ali memang pernah berpesan, jangan terlalu cinta dan jangan terlalu benci. Versi arabnya:
أحبب حبيبك هوناً ما عسى أن يكون
بغيضك يوماً ما ، وأبغض
بغيضك هوناً ما عسى أن يكون حبيبك يوما ما
(Ahbib
habibaka haunam ma, ‘asa an yakuna baghidhoka yaumam ma. Wa abghid baghidhoka
haunam ma, ‘asa an yakuna habibaka yaumam ma)
Artinya:
Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja! Karena bisa saja suatu hari akan
menjadi musuhmu. Bencilah pada musuhmu sedang-sedang saja! Karena bisa saja
suatu hari menjadi kekasihmu.
Ada
yang bilang, kalam hikmah ini hadis. Sabda Rasulullah. Tapi banyak ulama hadis
yang menentang. Menurut Imam Turmudzi, yang benar bukan hadis, tapi perkataan
Sayidina ‘Ali.
Kalam
hikmah di atas memberi nasehat jika mencintai seseorang, jangan keterlaluan.
Jangan terlalu cinta. Jatuh cintalah sewajarnya saja. Secantik apa pun
kekasihmu, seganteng apa pun kekasihmu, cintailah sewajarnya.
Karena
bisa jadi suatu hari kekasih itu malah jadi musuh. Bisa jadi loh ya. Dan
faktanya banyak yang demikian.
Ada
yang punya mantan? Dulu saat baru jadian, wuih dipuja setinggi langit. Padahal
cuma pacar. Ketika sudah jadi mantan, dicaci seakan tidak berharga sama sekali.
Ada kan?
Kalau
pacaran lalu terjadi saling beber kejelekan setelah jadi mantan, tak apalah.
Anggap itu azab. Hehe… Maaf… terlalu banyak lihat film azab. Jadi
kebawa-bawa dalam tulisan.
Ada
juga suami-istri yang begitu loh. Saat baru menikah, duh pasangannya sangat
sempurna. Tak ada duanya. Kentut harum seperti bau nangka. Tapi ketika ada
masalah dan berujung cerai, jadilah musuh. Saling sebar kejelekan. Saling
tuding. Dan seterusnya.
Padahal
kata ulama yang dikutip oleh Sayid Thonthowi dalam Al-Wasith, orang yang
berakal tidak mungkin menyebarkan kejelekan mantan suami/istrinya.
Ada
cerita, suatu ketika ada seseorang yang terpaksa bercerai dengan istrinya. Lalu
ada yang bertanya, kenapa bercerai? Seseorang itu menjawab, “Orang yang berakal
sehat tidak mungkin menyebarkan kejelekan mantan istrinya”.
Yah
mau gimana lagi. Kalau hati sudah benci. Padahal dulu saling mencintai. Cinta
oh cinta. Kenapa kau gampang sekali sirna.
Sebaliknya,
jika membenci, bencilah sewajarnya. Jangan terlalu benci. Karena siapa tahu
orang yang kamu benci kelak malah engkau cintai. Mungkin loh ya. Sangat
mungkin. Bahkan banyak terjadi. Dulu benci, eh sekarang malah jadi suami-istri.
Kata
Ibnul ‘Arabi, ketika membahas kalam hikmah Sayidina ‘Ali di atas, hati itu ada
dalam kekuasaan Tuhan yang Maha Kasih. Allah gampang saja membolak-balikkannya.
Kadang mencintai, kadang membenci. Maka, mencintalah dan membencilah yang
sewajarnya saja.
Syaikh
Al-Munawi, dalam at-Taysir Bi Syarh Jami as-Shoghir, juga mengatakan
tidak semua cinta abadi. Cinta bisa berubah karena masa yang berganti. Cinta
kadang jadi benci. Maka cintalah sewajarnya. Biar tidak menyesal ketika cinta
itu sudah jadi benci. Bencilah sewajarnya. Agar tidak malu ketika benci berubah
menjadi mencintai.
Ya,
terlalu cinta itu bahaya. Terlalu benci juga bahaya. Bikin kita sengsara.
Bahkan bisa membuat kita binasa.
Ada
seorang tokoh sufi, Imam Hasan Al-Bashri juga mewanti-wanti, jika terlalu cinta
dan terlalu benci maka akan membinasakan diri. Beliau mengatakan:
أحبوا هوناً ، وأبغضوا هوناً ، فقد أفرط أقوام في حب أقوامٍ ، فهلكوا
، وأفرط أقوام في بغض أقوام فهلكوا
“Cintalah
kalian biasa-biasa saja. Bencilah kalian biasa-biasa saja. Sungguh ada sebuah
kaum yang terlalu cinta, maka mereka binasa. Ada juga sebuah kaum yang terlalu
benci, maka mereka binasa.”
Jika
merenungi dawuh Al-Bashri ini, terlalu cinta atau terlalu benci bukan hanya
bikin menyesal dan malu, tapi juga membahayakan diri. Bisa membuat diri hancur
dan binasa. Sama dengan yang ditulis oleh penulis modern, terlalu cinta itu
negatif.
Sayidina
Umar juga ikut berkomentar dalam masalah ini. Sahabat nabi yang perkasa tapi
‘takut istri’ ini mencoba memberi gambaran cinta dan benci yang keterlaluan.
Baca juga:
- Jika Jatuh Cinta, Ungkapkan Saja!
- Nissa Sabyan Pilih Prabowo-Sandi, Kamu?
- Susah Dulu, Sukses Kemudian
Berikut
percakapan beliau bersama salah satu sahabatnya:
Sayidina Umar berkata kepada Aslam, “Wahai
Aslam… Jangan sampai cintamu memaksa dan bencimu membuat binasa!”
Aslam
bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi?”
Sayidina Umar menjawab, “Jika kau
mencintai, jangan seperti anak kecil yang memaksa ingin mendapatkan apa yang
dia cintai. Jika membenci, jangan membenci sampai engkau ingin orang yang kau
benci hancur dan mati.
Baca juga:
- Tasfir Surat An-Nisa’ 157-159 : Ke Manakah Nabi Isa Al-Masih Diangkat?
- Arti Qobiltu: Janji untuk Mencintai Istri Sepenuh Hati
Maka,
sepertinya kita perlu berdoa agar hati tak ke mana-mana. Cukup untuknya saja.
Selamanya. Doa yang diajarkan agar hati istikamah dan tidak ke mana-mana saya
tulis di bawah ini:
اللهم ثبت قلبي على دينك
(Allohumma Tsabbit Qolbi
‘Ala Dinik)
Artinya:
“Ya Allah, tetapkan hatiku pada agamamu!”
Terakhir,
izinkan aku berdoa, “Ya Allah… tetapkan hatiku hanya untuknya. Tetapkan
cintanya hanya untukku. Selamanya.”
Begitulah penjelasan hadits jangan terlalu membenci seseorang dan hadits jangan terlalu mencintai seseorang. Eh, bukan hadis ya, tapi perkataan sahabat dan ulama. Semoga bermenfaat.
Posting Komentar