وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ
كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
(41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
(43) أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ
الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44) [البقرة: 41 - 44]
***
Begini
penjelasannya:
وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41)
Artinya: Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Quran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa.
Dalam ayat ini, Allah
memerintah kepad Yahudi agar beriman kepada Al-Quran. Al-Quran turun
membenarkan kitab Taurat. Ayat ini juga melarang keras, mereka menjadi orang
pertama yang tidak beriman kepada Al-Quran.
Pula, ayat ini melarang
mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Karena mereka akan
merugi.
Larangan ini sebagai
teguran keras kepada orang-orang Yahudi. Karena mereka tidak mau beriman
lantaran takut kehilangan jabatan dan pamor. Sebab, dengan jabata dan
kepemimpinan itu, mereka mendapat harta dari yang dipimpinnya.
Jadi, para pendeta dan
pemuka orang-orang Yahudi, mendapatkan harta dari kaum dan rakyatnya. Jika
mereka beriman, kaum mereka beriman, hilanglah apa yang mereka peroleh selama
ini. Karenanya mereka enggan beriman.
Tentu, mereka akan merugi.
Rugi di dunia sampai akhirat. Harta sebanyak apa pun tidak ada apa-apanya jika
mereka harus masuk neraka. Harta dirasakan sekejap saja, neraka selama-lamanya.
***
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42)
Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Allah juga menegur
kelakuan orang-orang Yahudi. Mereka mencampur adukkan ayat-ayat Taurat dengan
ucapan mereka sendiri. Sehingga, tidak jelas mana yang benar-benar Taurat dan
mana yang bukan.
Allah juga melarang mereka
menyembunyikan kebenaran. Memang pada waktu itu, pendeta-pendeta Yahudi tidak
jujur pada jamaahnya. Mereka tidak menyampaikan semua yang ada dalam Taurat.
Diantara yang mereka
simpan adalah sifat-sifat dan ciri-ciri nabi terakhir, Nabi Muhammad saw.
Padahal, di dalam kitab Taurat sudah dijelaskan, kelak akan ada nabi terakhir
dari keturunan Nabi Ismail.
***
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43)
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.
Allah memerintah
orang-orang Yahudi untuk melaksanakan shalat dengan khusyuk. Agar diri mereka
dekat dengan Allah. Sehingga jiwa mereka bersih. Allah juga memerintah mereka
untuk berzakat, sebagai media untuk peduli sesama.
Allah juga memerintah
orang-orang Yahudi agar shalat berjemaah. Karena dalam berjemaah ada
hikmah-hikmah yang luar biasa.
Diantara hikmah itu adalah
terjadi saling cinta antar sesama muslim, bermunajat bersama kepada Allah, dan
bisa menciptakan rembukan untuk kebaikan bersama.
Jadi, awalnya Allah
memerintah Bani Israel untuk beriman kepada Allah, lalu beramal saleh yang
kembali kepada diri mereka, lalu amal shaleh yang kembali kepada sesama.
Begitulah perintah Allah.
Hidup ini tidak hanya tentan diri kita, tapi tentang mereka yang membutuhkan
uluran tangan kita. Dalam bahasa gaulnya, cerdas spiritual sekaligus cerdas
sosial.
***
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44)
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
Diceritakan,
ada salah satu orang Yahudi memiliki keluarga yang masuk Islam. Suatu hari,
keluarga muslimnya itu curhat kepadanya tentang Islam. Maka Yahudi itu
mengatakan bahwa Islam itu agama yang baik, agama yang benar. Dia memberi saran
kepada keluarga muslimnya itu agar jangan keluar dari Islam.
Ayat
ini menegur Yahudi itu. Kenapa dia menyuruh orang lain beriman dan tidak keluar
dari Islam, padahal dia sendiri tidak masuk Islam? Apakah dia berakal sehat?
Pendapat
lain mengatakn, ayat ini mengkritik ulama-ulama Yahudi yang mengajak kaumnya
beriman kepada Taura dan membaca Taurat. Padahal, mereka sendiri tidak membaca
Taurat dengan sebenar-benarnya.
Andaikan
mereka membaca Taurat dengan benar, tentu mereka akan beriman kepada Al-Quran.
Kenyataannya, mereka tidak beriman kepada Nabi Muhammad dan kepada Al-Quran.
Ayat
ini juga sebagai renungan bagi seluruh umat Islam. Mengajak kepada kebaikan,
tapi dirinya tidak melakukan, apala ta’qilun? Apakah orang yang
sedimikian itu berakal sehat?
Mengenai
hal ini, ada sebuah riwayat, bahwa ketika Rasulullah saw Isra’-Mi’raj,
diperlihatkannya kepada beliau seseorang ahli neraka yang menggunting lidahnya
sendiri. Rasulullah bertanya kenapa mereka melakukan itu.
Dijawablah,
mereka adalah seorang ulama yang pandai berbicara, pandai mengajak kepada
kebaikan, tapi dirinya tidak melakukannya.
Ada
riwayat lain, ada seseorang yang dimasukkan ke neraka. Lalu orang itu dibawa berkeliling
dan bertemu dengan banyak orang. Orang-orang yang ada di neraka heran kenapa
dia bisa masuk neraka.
“Kenapa
kamu masuk neraka? Bukankah engkau adalah orang yang mengajak kepada kebaikan?”
tanya seseorang.
“Iya,
tapi aku sendiri tidak melakukannya,” jawabnya.
Berarti
kita tidak perlu ngajar, tidak perlu berdakwah, sebelum kita mengamalkannya terlebih
dahulu?
Bukan
begitu. Berdakwah itu tetap baik, mengajak kebaikan itu tetap baik, walaupun
disertai dengan tidak melakukan kebaikan itu. Intinya, mengajak orang melakukan
kebaikan itu baik, meninggalkan kebaikan tidak baik. Nah, yang dilarang Al-Quran adalah meninggalkan kebaikannya.
___________________________________
Referensi:
Tafsir Syaikh
Al-Maraghi
Tafsir
Al-Baghawi
Tafsir Ibnu
Katsir
Posting Komentar