Sumber Foto: https://www.flickr.com |
Hal yang sangat penting bagi anak muda adalah optimis. Ya, optimis.
Belajar penuh optimis. Berorganisasi penuh optimis. Semuanya dijalani dengan
optimis. Karena optimis itulah yang akan membawa pada sesuatu yang manis.
Dalam hal belajar, kita bisa melihat Abdullah bin ‘Abbas. Beliau
adalah sahabat junior yang sangat alim. Bahkan, beliau termasuk salah satu
kunci sanad keilmuan Islam. Beliau memiliki peran yang sangat besar dalam
penyebaran ilmu pengetahuan.
Semua itu beliau dapatkan karena optimis. Sekali lagi karena
optimis. Ceritanya begini:
Setelah Rasulullah wafat, ‘Abdullah bin ‘Abbas mengajak temannya
untuk semangat belajar. Mumpung sahabat senior Rasulullah masih banyak. Orang
alim masih tidak terhitung. Tinggal belajar pada mereka.
Tapi, jawaban teman itu sungguh menghilangkan semangat. Bahasa
zaman sekarang menggembosi. Bikin down.
Baca juga : Suka Mager? 6 Kutipan Hadis Ini Akan Membuatmu Berhenti
“Ngapain Ibnu ‘Abbas! Apakah kamu mengira masyarakat akan
membutuhkanmu? Sekarang masih banyak orang yang alim loh!” kata temannya itu.
Coba deh, andaikan kita dikata-katain seperti itu, kira-kira down
apa enggak? Beda dengan ‘Abdullah bin ‘Abbas. Beliau tinggalkan temannya itu.
Beliau tetap semangat belajar dan optimis, semua apa yang beliau pelajari tidak
akan sia-sia.
Saking semangatnya, Abdullah bin ‘Abbas rela mendatangi setiap
orang yang pernah mendengar hadis dari Rasulullah. Jika orang itu sedang
istirahat, beliau akan menunggunya sampai selesai dari istirahatnya.
Beberapa tahun kemudian, ‘Abdullah bin ‘Abbas bertemu lagi dengan
temannya itu. Ibnu ‘Abbas sudah mulai mengajar dan banyak jamaah yang mengikuti
pengajiannya. Syahdan, temannya itu bilang:
“Wah, ternyata pemuda ini (Ibnu ‘Abbas) lebih cerdas dariku.”
Begitulah perbedaannya orang optimis dan pesimis. ‘Abdullah bin
‘Abbas gambaran orang optimis, temannya gambaran orang pesimis. Ibnu ‘Abbas
belajar penuh harap, temannya tidak mau belajar karena merasa tidak akan dibutuhkan
orang.
Jika ketika masih muda saja tidak optimis, apa lagi sudah tua. Masa
muda itu masa emas. Masa asyik-asyiknya sekaligus masa yang sangat menentukan masa
depan.
Imam Syafi’i pernah menulis sebuah puisi untuk pemuda yang tidak
mau belajar. Kata beliau dalam Kitab Dîwân-nya, “Barangsiapa yang tidak
belajar pada waktu mudanya, maka takbirlah empat kali untuk kematiannya.”
Pemdua yang tidak mau belajar, Imam Syafi’i menganggapnya sudah
mati.
Lebih lanjut Imam Syafii mengatakan, “Diri anak muda menjadi
mulia-Demi Allah- dengan ilmu dan takwa, tanpa keduanya tiada apa-apanya.”
Nabi dulu juga selalu menanamkan sikap opimtimis kepada para
sahabat-sahabatnya. Contoh, suatu ketika beliau pernah mengatakan, “Sungguh,
akan terbebaslah Kostantinovel. Sungguh paling baiknya pemimpin adalah
pemimpinnya. Paling baiknya tentara adalah tentaranya.” (HR. Imam Ahmad)
Baca juga: Petuah Nikah dari Sesepuh
Sabda nabi ini terus memtoivasi para pemimpin Islam untuk
membebaskan Konsntantinovel. Puncaknya ketika Muhammad Al-Fatih berhasil
memenangkan peperangan. Lalu menjadikannya bagian dari negeri Islam.
Ya begitulah. Yang jelas,
apa yang kita tanam, itulah yang kita panen. Apa yang kita kejar, itulah yang
kita dapat. Gak percaya? Masak ketika aku ngejar kamu, aku dapat dia? Hehehe.
Tapi bisa jadi ya. Semoga!
Posting Komentar