Judul Buku : SUNAN BONANG DARI REMBANG UNTUK NUSANTARA
Pengarang : Amirul Ulum
Penerbit : Global Press
Tahun Terbit : Cetakan II Januari 2018
Tebal Buku : 309 halaman
Siapa
yang tidak tahu Nama “Walisongo”? Masyarakat Indonesia pasti tahu nama itu.
Nama yang melegenda, dituturkan dari generasi ke generasi. Nama itu juga sering
disebut-sebut dalam diskusi santri, kiai, sampai pejabat tinggi. Bahkan, nama
itu sering diperebutkan untuk mentasbihkan dirinya sebagai orang yang paling “Walisongo”.
Akan
tetapi, sudahkah mereka tahu dan memahami sejarah Walisongo? Tidak. Mereka
tidak semuanya tahu sejarahnya. Mereka hanya tahu sekilas. Mereka hanya tahu dakwah
Walisongo itu dengan lembut. Lalu sekonyong-konyong masyarakat Nusantra masuk Islam.
Nah, buku Sunan Bonang ini mencoba memotret perjuangan Walisongo,
khususnya Sunan Bonang. Buku ini juga akan mendobrak anggapan bahwa Islam masuk
Indonesia dengan mudah dan singkat. Buku ini akan menjelaskan, dakwah Islam di
bumi Nusantara memakan waktu yang sangat panjang dan para dai yang tak
terbilang.
Pertama-tama,
buku Sunan Bonang ini menjelaskan sekilas tentang Sunan Bonang. Tentang dakwah beliau dengan
gamelan, literasi, sampai menjadi panglima perang Kesultanan Demak. Penulis
juga mencantumkan pernyataan Kiai Agus Sunyoto di bawah judul Prolog,
“Dalam
berdakwah, Raden Makhdum Ibrahim dikenal sering menggunakan wahana kesenian dan
kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan menggunakan
gamelan Jawa yang disebut dengan Bonang.”
Disebutkan,
ketika Gamelan itu ditabuh dengan diiringi gending-gending, syair-syair atau
kidung karya Sunan Bonang, masyarakat terpana. Mereka mendekat. Lalu terbuai
dengan keindahannya. Mereka tertarik pada Sunan Bonang dan ajarannya. Maka
mereka masuk Islam (hal.1)
Namun,
dalam kondisi tertentu, Sunan Bonang harus mengangkat pedang. Ya, tidak hanya
Sunan Bonang, tapi juga Sunan-Sunan yang tergabung dalam organisasi
“Walisongo”. Mereka semua berperang, karena kondisi yang mengharuskan.
Saat
itu, kerjaan Majapahit hancur lebur. Kerajaan yang dipimpin oleh Brawijaya V
itu diserang oleh Girindro Wardhono dan ditaklukkan. Lalu Girindro menjadi
raja. Dia menggunakan gelar Brawijaya VI agar rakyak menganggapnya trah
pendiri Majapahit, Raden Wijaya.
Akan
tetapi, banyak kadipaten yang mulanya di bawah kekuasaan Majapahit tidak mau
tunduk kepada Girindro. Seperti, Surabaya, Demak Bintoro, Tuban, Gresik, Lasem,
dan Ampel Denta. Bahkan, Demak Bintoro menyusun kekuatan untuk merebut kembali kerjaan
Majapahit.
Demak
Bintoro adalah kadipaten yang didirikan oleh Raden Fatah dan dalam pengawasan
Walisongo. Karenanya, saat bertempur melawan Majapahit-Girindro, anggota
Walisongo menjadi panglima perang, seperti Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan
Gunung Jati.
Pertempuran
selesai. Majapahit-Girindro kalah. Kekuasaan berada di tangan Raden Fatah. Maka
berdirilah Kesultanan Demak, Raden Fatah sebagai rajanya. Kekuasaan sepenuhnya
diserahkan kepada Raden Fatah karena dia termasuk putra Brawijaya V. Dialah
yang berhak mewarisi kerajaan Majapahit (hal.188-191).
Dengan
berdirinya Kesultanan Demak, maka berdirilah kerjaan Islam pertama di Jawa.
Kerajaan yang asalnya berideologi Hindu kini berubah berediologi Islam.
Diceritakan, Raden Fatah memegang kekuasaan dengan restu dari sang ayah,
Brawijaya V yang sebelumnya menjadi raja Majapahit.
Selain
itu, Sunan Bonang juga berdakwah dengan literasi. Beliau mengarang kitab.
Setidaknya ada tiga karya yang dinisbatkan kepada Sunan Bonang, yaitu Kitab Primbon
I, Primbon II, dan Kropak Ferara (hal.215-221).
Dalam
buku Sunan Bonang ini, juga dijelaskan bagaimana perkembangan Islam dari Arab ke kawasan
sekitarnya, seperti Yaman. Juga bagaimana Islam masuk ke Nusantara. Buku ini menjelaskan
dengan sangat jelas. Mulai dari tahun masuknya sampai media yang digunakan
untuk Dakwah Islamiyah di Nusantara.
Buku
ini juga menjelaskan tentang nama “Walisongo”. Mulai dari artinya,
asal-mulanya, sampai anggota-anggotanya dari generasi ke generasi.
Bagi
saya, buku ini sangat berarti. Buku ini telah menambah wawasan saya tentang
penyebaran Islam secara umum, juga penyebaran Islam di Nusantara. Buku ini juga
menyadarkan saya, dakwah di Nusantara itu bukan bimsalabim. Dakwh di
Nusantara membutuhkan pengorbanan dan waktu panjang.
Sungguh
puas rasanya. Buku ini membuat saya tahu sejarah Walisongo, meski hanya sedikit
saja. Terutama ketika Sunan Bonang mendidik masyarakat di Bonang dan
bersama-sama mendirikan kerjaan Islam di Demak,
Dan
yang paling menginspirasi, ketika Sunan Bonang berdakwah menggunakan media adat
dan tradisi, seperti Gamelan. Dengan alat musik tradisional itu, Sunan Bonang mampu
membuat masyakarat terpana dan ‘melayang’. Sehingga mereka tertarik dan masuk Islam.
Posting Komentar