Sumber Foto: http://harian.analisadaily.com |
Langit
tampak mendung. Kendaraan-kendaraan masih berseleweran. Aku lihat ke arah
kanan. Mencari celah untuk ikut memenuhi jalanan. Kosong, langsung saja aku
mengegas motorku perlahan dan belok kiri. Aku berjejeran dengan kendaraan lain.
Handphonku
berdiring. Aku mengintip saku. Tulisan “Ibu” tampak di layar HP. Ibuku
menelfonku. Aku menepi. Mungkin ada keperluan penting dari ibu.
“Iya
halo… Assalamualaikum mak…” kataku
“Kamu
di mana?”
“Ini
lagi di jalan?”
“Kamu
sehat?”
“Iya
sehat, Alhamdulillah.”
“Tidak
sakit?”
“Iya
tidak sakit, Alhamdulillah.”
“Emang
kenapa mak?” aku heran.
“Tidak
apa-apa. Perasaan ibu tidak enak. Takutnya kamu yang sakit.”
“Alhamdulillah
sehat.”
“Ya
udah kalau gitu. Saya tutup ya telfonnya?”
“Iya
mak.”
Panggilan
terputus. Aku melanjutkan perjalanan pulang. Sedikit terburu-buru. Waktu hampir
Ashar. Ada senior minta ganti ngajar.
Allahummaghfirli
dzunubi wa liwalidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro
Ya
Allah… ampuni dosaku, dosa kedua orang tuaku dan sayangi mereka sebagaimana mereka
menyayangiku sejak kecil dulu.
***
Tidak ada hari anak, karena ibu mencintai anaknya sepanjang waktu.
Ada hari ibu, karena anak lebih mencintai cucu ibu dari pada ibu. Mungkin
begitu.
Posting Komentar