Ibu…
Kau matahari terindahku
Kau rembulan tercantikku
Andai ada yang bertanya siapa ibuku,
aku tanpa ragu akan menjawab dirimulah ibuku.
Ibu…
Saat kau melahirkanku,
kau meminta ayah untuk bernyanyi
di telingaku yang kanan lalu yang kiri
Nyanyian itu indah dan merdu
Karena membawa desiran angin dan cahaya
yang merasuk di dadaku
Ibu…
Saat sinar mentari timur mulai menerpa wajahku,
aku tersadar, nyanyian ayah itu terdengar setiap hari:
Waktu Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya’.
Ibu, apakah engkau Ibu Indonesia ?
Kenapa kau ajari aku nyanyian itu ?
Ah ibu, aku mencintaimu.
Ibu…
Kau tiada lelah menggendongku
Sambil berkidung-kidung lirih
Aku nyaman mendengarnya
Sampai aku berlayar di alam mimpiku
Ibu…
Setelah aku mampu menangis tanpa suara,
aku tahu, suara itu selalu menggema
di setiap malam jumat di masjid desa
Ya, kata ‘Kiai Hasyim Asyari’, pendiri NU itu
Kidung itu bernama sholawatan.
Ah Ibu, kidungmu seindah tangismu.
Ibu…
Benarkah kau Ibu Indoensia ?
Atau Sukma yang menebar fitnah durjana ?
Ah ibu, kidung-nyanyianmu begitu merdu.
_____________________________________
Semoga, puisi ini dibaca Ibu Sukmawati
Soekarnoputri
Bahwa, beliau salah mengeja Indonesia
Beliau kekurangan aksar merajut kata
Indonesia
Beliau begitu dangkal menyelami laut
Indonesia
Bahkan, mungkin beliau tak pernah merasakan
belaian angin Indoneisa
yang lahir dari nafas-nafas adzan setiap
subuh memanja
Surabaya, 03, 04, 2018
Posting Komentar