Saat baru mondok, saya pernah melihat seorang santri sedang belajar di masjid. Sambil menunggu maghrib. Yang dia pelajari adalah -kalau tidak salah- Alfiyah Ibnu Malik.
Yang membuat saya kagum bukan apanya, tapi cara belajarnya. Dia belajar seperti orang yang sedang mengajar. Dengan suara keras dan sambil mencoret-coret sebuah buku. Seperti sedang menerangkan.
Siapa sangka. Setelah masuk MA, barulah saya mengenalnya. Bahkan akrab. Kita dalam satu organisasi, LMF. Apa itu LMF ? Gak usah saya jelaskan di sini. 😆
Beberapa tahun berlalu. Setahun terakhir sebelum keluar dari pesantren, dia benar-benar menjadi sahabat saya yang paling dekat. Sering cerita-cerita, bahkan menjadi curahan curhat.
Lalu, saya boyong terlebih dahulu. Melanjutkan kuliah. Tentunya, saya kuliah juga tidak terlepas dari obsesinya. Dia memiliki cita-cita tinggi. Dan mempertahankan cita-cita itu seakan harga mati. Cita-citanya yang saya tahu adalah kuliah ke luar negeri.
Setahun setelah saya boyong, dia juga boyong. Melanjutkan kuliah. Ke mana ? Ke luar negeri. Sesuai cita-citanya.
Hampir satu tahun berlalu. Saya tidak bertemu dengannya. Kita hanya bertemu di medsos saja.
Baru saja, dia mengabari saya. Katanya, dia sudah berhasil menerjemahkan 1 kitab. Saya kagum. Tidak sampai satu tahun sudah berhasil menerjemahkan satu kitab ? Katanya, terjemahan itu akan diterbitkan di Malaysia.
Subhanallah.....
Saya masih berjalan di tempat. Ketinggalan jauh darinya. Terimakasih sahabat, telah menyadarkan dan memotivasi saya.
Mohon donya... semoga saya bisa mengejar cita-cita yang pernah kita lukis bersama. ! AMIN..
Posting Komentar