Hidup Ini Singkat
Saifuddin Syadiri
... menit baca
Dengarkan
Sempat membaca status temen. Dia menulis kurang lebih, "Rasanya baru kemaren ada di momongan ibu, eh ternyata sekarang sudah waktunya menikah."
Begitulah. Hidup ini rasanya singkat. Baru kemaren kita berseragam putih-merah, baru kemaren kita berseragam SMP, baru kemaren kita ....... Eh sekarang sudah seperti ini.
Seringkali, ketika saya ziyaroh ke makam wali, atau melewati sebuah kuburan, terbesit dalam hati, "Bukankah mereka pernah hidup? Pernah seperti saya?"
Juga, suatu ketika saya ikut Yasinan. Di samping saya ada seorang yang sudah sepuh. Saya perkirakan unurnya 60-an. Setelah selesai Yasinan, tinggal makan-makan, saya menyapa orang sepuh tadi. "Gimana kabarnya?" kata saya.
Dia tidak langsung menjawab. Pertanyaan saya ulangi 3 kali. Baru dia menjawab. "Maaf nak... saya sudah mulai kurang. Pendengaran mulai kurang. Pengelihatan juga. Kalau suaranya tidak keras, saya tidak mendengar," ucapnya.
Saya mengelus dada. Bukankah dia dulu segar bugar seperti saya ini? Bukankah dia dulu sehat seperti saya ini? Apakah saya besok akan jadi seperti ini?
Jadi teringat sebuah ayat dalam al-Quran. Bukan lafdznya, tapi maknanya. Seingat saya, dalam al-Quran Allah menjelaskan bahwa manusia dijadikan dalam keadaan lemah (bayi). Kemudian kuat (muda). Lalu lemah lagi (tua).
Karena itu, benarlah hadis Rasulullah di atas. "Termasuk islamnya seseorang yang baik adalah meninggalkan yang tidak bermenfaat."
Apa saja yang tidak bermenfaat, kita tinggalkan. Internetan kalau tidak menfaat, kita tinggalkan. Jalan-jalan kalau tidak bermenfaat, kita tinggalkan.
Hidup ini sangat singkat. Kenapa harus memlakukan yang tidak bermenfaat?
Posting Komentar